Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Pengungsi naik pesawat meninggalkan Afghanistan, dalam gambar handout terbaru tanpa tanggal (ANTARA FOTO/Staff Sgt. Brandon Cribelar/U.S. Air Force /Handout via REUTERS)
Pengungsi naik pesawat meninggalkan Afghanistan, dalam gambar handout terbaru tanpa tanggal (ANTARA FOTO/Staff Sgt. Brandon Cribelar/U.S. Air Force /Handout via REUTERS)

Jakarta, IDN Times - Kemenangan Taliban di Afghanistan kemungkinan tak akan memicu aksi terorisme di Indonesia, karena tidak ada bukti-bukti yang mendukung dugaan tersebut. Hal ini dikemukakan beberapa pengamat dan praktisi pada acara diskusi yang berlangsung virtual di Jakarta, Sabtu, 21 Agustus 2021.

“Kita tidak perlu terlalu khawatir dengan kemenangan Taliban dan kaitan itu dengan aksi terorisme di Indonesia, karena tidak ada bukti empiris kemenangan gerakan di luar negeri memicu aksi terorisme di Indonesia dalam hal ini yang terkait Islam,” kata mantan narapidana kasus terorisme Imron Byhaqi alias Abu Tholut, seperti dilansir ANTARA.

1. Kemenangan revolusi Iran saja tak disambut gerakan teror di Indonesia

Ilustrasi teroris. IDN Times/Mardya Shakti

Tholut mencontohkan beberapa kemenangan gerakan Islam di luar negeri, salah satunya kemenangan Revolusi Iran pimpinan Ayatollah Khomeini, juga hal ini tak langsung disambut gerakan teror di Indonesia.

Tholut mengungkapkan aksi teror baru akan terjadi jika ada konflik, kezaliman, penjajahan, dan berita-berita duka.

“Biasanya gerakan kemenangan tidak memicu aksi apa-apa, karena aksi teror misalnya dipicu oleh berita-berita kekalahan, kezaliman, dan berita duka yang menimbulkan empati dan mereka yang punya sumbu pendek dan pikiran berlebihan kemudian berbuat aksi yang negatif,” kata dia.

2. Taliban pernah berkomitmen tak beri panggung gerakan milisi asing

Anggota Pasukan Khusus Afghanistan pergi setelah misi tempur melawan Taliban, di provinsi Kandahar, Afghanistan, Selasa (13/7/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Danish Siddiqui.

Tidak hanya itu, kata Tholut, Taliban pada tahun lalu melalui Perjanjian Doha juga telah berkomitmen tidak akan membiarkan ada gerakan milisi asing, termasuk Al Qaeda beroperasi di Afghanistan.

Taliban juga, lanjut Tholut, tak akan membiarkan adanya aktivitas yang membahayakan negara lain berlangsung di Afghanistan.

Tholut menjelaskan Perjanjian Doha adalah kesepakatan damai yang diteken Taliban dengan pemerintah Amerika Serikat pada 29 Februari 2020 di Doha, Qatar. Dalam perjanjian itu, AS sepakat akan menarik pulang pasukannya, menutup markas militer, dan mencabut sanksi ekonomi.

3. Aksi terorisme biasanya dipicu karena adanya konflik

Potret militan Taliban di Afganistan. (namnewsnetwork.org)

Sementara, Pengamat Keamanan Internasional Ali Abdullah Wibisono sepakat dengan pandangan Abu Tholut bahwa aksi terorisme biasanya dipicu karena adanya konflik dan perpecahan.

Ali yang saat ini juga aktif mengajar di Departemen Hubungan Internasional FISIP Universitas Indonesia dan Kajian Terorisme SKSG UI, mencontohkan serangan teror bom yang terkait dengan Islam terjadi di Indonesia sekitar 2002. Sementara, kelompok Mujahidin kala itu berhasil menang melawan faksi komunisme di Afghanistan pada 1994.

Artinya, kata Ali, terdapat rentang enam sampai tujuh tahun yang memisahkan dua peristiwa tersebut. Dia juga menyebut banyak WNI eks kombatan di Afghanistan pada 1980-an hingga 1990-an, saat kembali ke Indonesia menghabiskan waktunya untuk berdakwah, membina organisasi, dan berbisnis.

Editorial Team