Jakarta, IDN Times - Jaringan Pembela Hak Perempuan Korban Kekerasan Seksual (JPHPKKS) mendesak agar Kementerian Koperasi dan UMKM mengawal tuntas peristiwa pemerkosaan yang dialami oleh tenaga honorer berinisial ND. Sebab, hingga kini penyelesaian yang dilakukan, dianggap tak memenuhi rasa keadilan bagi korban.
Aktivis JPHPKKS, Ninik Rahayu mengatakan peristiwa pemerkosaan beramai-ramai yang terjadi di Kemenkop dan UMKM merupakan sebuah preseden buruk. Komisioner Komnas Perempuan selama dua periode itu pun menyayangkan sikap kementerian yang dipimpin oleh Teten Masduki itu. Sebab, dianggap abai dan tak berempati kepada korban.
"Cara penyelesaian kasus perkosaan pada prinsipnya harus berpegang pada prinsip pemenuhan hak korban atas kebenaran, pemulihan dan keadilan. Saya tidak melihat ini ada dari upaya yang dilakukan oleh Kemenkop dan kepolisian," ungkap Ninik di dalam keterangan tertulis pada Selasa, (25/10/2022).
Mereka kemudian memberikan sejumlah catatan penting terhadap kasus yang terjadi pada 2019 lalu itu. Pertama, JPHPKKS menyoroti sikap Polres Bogor yang mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) atas kasus pemerkosaan terhadap ND pada Maret 2022 lalu. Berdasarkan pasal 286 KUHP, kasus perkosaan bukan delik aduan.
"Maka, dari itu kasus ini tidak bisa dicabut apalagi di-SP3-kan. Bila ada kekurangan alat bukti atau saksi, itu sudah menjadi tugas kepolisian untuk mencari, menemukan dan melengkapkan," ungkap JPHPKKS.
Poin kedua, kasus perkosaan yang menimpa orang dewasa tidak mengenal penyelesaian mediasi dengan cara keadilan restoratif (RJ). Tetapi, Kapolres Bogor justru menerbitkan SP3 karena RJ diberlakukan bagi keempat tersangka.
Poin ketiga, penyelesaian kasus perkosaan baik yang dilakukan oleh Kemenkop UMKM atau kepolisian pada prinsipnya harus berpegang pada prinsip pemenuhan hak korban atas kebenaran, pemulihan dan keadilan.
Apakah sanksi yang dijatuhkan Kemenkop UMKM terhadap para tersangka dianggap belum memenuhi keadilan bagi korban?