Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
MenPPPA
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi di saat ditemui di Jakarta Selatan, Rabu (25/6/2025) (IDN Times/Lia Hutasoit)

Intinya sih...

  • Anak perempuan 10 tahun menjadi korban eksploitasi seksual oleh ayah tiri, ibu kandung, dan orang lain sejak usia 7 tahun.

  • Ibu kandung membiarkan dan mengeksploitasi anaknya untuk kepentingan ekonomi dan seksual, dilaporkan ke polisi dengan dugaan persetubuhan terhadap anak.

  • Korban mendapatkan pendampingan penuh, termasuk layanan psikologis, visum, dan perlindungan dari Kemen PPPA serta UPTD PPA Provinsi Kalimantan Timur.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Arifah Fauzi, keprihatinan dan mengecam tindak kejahatan eksploitasi seksual terhadap bocah perempuan 10 tahun, di Samarinda. Pelaku adalah ibu kandungnya sendiri yang membiarkan ayah tirinya memperkosanya, dan menjualnya kepada pria hidung belang.

Arifah mengatakan, kasus ini merupakan pelanggaran berat hak anak, dan bentuk eksploitasi seksual yang tidak dapat ditoleransi.

“Jerat kemiskinan kembali menyebabkan orang tua melacurkan anaknya. Kami sangat menyesalkan kejadian ini dan mengecam tindakan eksploitasi seksual terhadap anak yang, diduga dilakukan oleh orang dewasa, terlebih orang tua kandung anak korban. Anak korban telah memikul beban yang begitu besar dan menjadi pihak yang paling dirugikan,” kata Arifah, Selasa (23/9/2025).

1. Dia telah mengalami kekerasan seksual sejak usia tujuh tahun

Menteri PPPA Arifah Fauzi menyambangi kembaran AMK anak korban kekerasan dan penelantaran di Kebayoran Lama yakni S di Jawa Timur (Dok. KemenPPPA)

Kemen PPPA lewat tim layanan SAPA telah berkoordinasi dengan UPTD PPA Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) untuk menjangkau korban. Korban telah mengalami kekerasan seksual sejak usia tujuh tahun.

Anak ini telah menjadi korban kekerasan seksual kurang lebih sejak tiga tahun lalu, yang dilakukan tiga laki-laki dewasa, yaitu ayah tiri korban, laki-laki paruh baya, dan seorang kakek.

2. Ibu kandung membiarkan bahkan mengeksploitasi korban

Ilustrasi kekerasan seksual (IDN Times/Mardya Shakti)

Selain itu, terdapat peran ibu kandung korban yang membiarkan, bahkan mengeksploitasi korban untuk kepentingan ekonomi dan seksual secara berulang kali.

UPTD PPA Kaltim dan Tim Reaksi Cepat (TRC) Kaltim telah mendampingi korban untuk membuat pelaporan kepolisian pada Jumat, 19 September 2025, yang langsung ditindaklanjuti dengan dibuatkan laporan kepolisian (LP) di Polresta Samarinda, dengan laporan kasus pemerkosaan terhadap anak.

"Kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan awal (BAP) terhadap korban. Semua proses ini tentu dalam pendampingan dan pengawasan UPTD PPA Provinsi Kaltim, dengan mengutamakan kepentingan terbaik bagi korban,” ujarnya.

3. Korban menjalani visum

Ilustrasi kekerasan seksual (IDN Times/Mardya Shakti)

Arifah menyebut keselamatan dan perlindungan korban menjadi prioritas. Saat ini, korban telah berada di lokasi yang aman dengan pendampingan penuh, termasuk layanan pendampingan psikologis dari UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kota Samarinda.

“Pada 22 September 2025, korban direncanakan akan melakukan pemeriksaan visum kemudian akan mendapatkan pendampingan psikologis. Kemen PPPA akan memastikan pendampingan, pemulihan, dan pemenuhan hak–hak korban dapat terpenuhi dan memperoleh layanan sesuai kebutuhan. Berdasarkan informasi terakhir, ibu kandung dan ayah tiri korban telah diamankan oleh pihak kepolisian, sementara dua terduga pelaku lainnya masih dalam tahap penyelidikan,” katanya.

4. Kasus ini terungkap berawal dari kecurigaan wali murid

Ilustrasi kekerasan seksual (IDN times/Aditya Pratama)

Kemen PPPA akan mengawal proses hukum dan mendukung kepolisian untuk segera mengusut tuntas kasus ini sesuai peraturan perundang-undangan, untuk memastikan keadilan bagi korban. Kasus ini terungkap berawal dari kecurigaan wali murid di sekolah korban, yang kemudian mencari tahu kebenaran kepada korban.

Korban akhirnya berani bercerita kepada wali murid yang mendeteksi adanya sesuatu yang mencurigakan pada korban. Informasi itu lalu disampaikan kepada Tim Reaksi Cepat (TRC) PPA Kalimantan Timur, hingga akhirnya tim TRC dapat bertemu langsung dengan korban pada 15 September 2025.

“Kemen PPPA mengapresiasi partisipasi masyarakat yang telah memberikan pengawasan, deteksi dini, dan pendampingan kepada korban TPKS hingga kasus ini dapat terungkap. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peran lingkungan sekitar dalam melindungi anak. Oleh karena itu, pengawasan dan perlindungan terhadap anak dari seluruh unsur lingkungan terdekat harus terus ditingkatkan,” kata dia.

Editorial Team