Nyamuk Aedes aegypti. (commons.wikimedia.org/CDC/James Gathany)
Maryati mengatakan nantinya setiap dua pekan sekali akan dipantau perkembangbiakan nyamuk aedes aegypti ber-wolbachia. Dia berharap populasinya semakin banyak, sehingga dapat menurunkan angka kejadian demam berdarah dengue (DBD) di wilayah DKI Jakarta.
Lebih lanjut, dalam pemantauan telur ini, dibutuhkan peran orang tua asuh, yakni mereka yang bersedia agar lahan atau rumahnya ditempati ember-ember berisi telur-telur nyamuk aedes aegypti ber-wolbachia.
Maryati merujuk penelitian dari Universitas Gadjah Mada (UGM) mengatakan implementasi nyamuk aedes aegypti ber-wolbachia dapat menurunkan angka kejadian DBD sampai 77 persen. Lalu, menurunkan angka pasien rawat inap sampai 86 persen.
Aedes aegypti ber-wolbachia yakni di dalam tubuh nyamuk terdapat bakteri wolbachia. Merujuk penelitian, dalam nyamuk ber-wolbachia yang dimasukkan virus dengue, ternyata virusnya tidak tumbuh.
"Potensi penularan demam berdarah dengue dengan adanya nyamuk ber-wolbachia bisa ditekan dan risikonya sangat rendah," jelas dia.
Jakarta Barat menjadi wilayah di DKI sekaligus kota kelima di Indonesia yang akan menerapkan teknologi ini. Sebelumnya, teknologi serupa sudah dijalankan di kota-kota lain seperti Bandung, Semarang, Kupang, dan Bontang.
"Di luar negeri juga sudah dilakukan implementasi, seperti Malaysia, Singapura, China, dan beberapa negara lainnya," ucap Maryati.