Ilustrasi media sosial (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Bagja menjelaskan, politisasi identitas di Indonesia berkaitan dengan masalah etnis, ideologi, kepercayaan, dan juga kepentingan lokal yang direpresentasikan oleh elite melalui artikulasi politik.
Sedangkan disinformasi, merujuk pada penyebaran informasi yang salah, menyesatkan, atau disengaja untuk menipu atau mempengaruhi opini publik.
Kemudian, terkait ujaran kebencian, merujuk pada komunikasi yang menyebarkan, mendorong, memperkuat sentimen, kebencian, diskriminasi terhadap individu atau kelompok berdasarkan ras, etnisitas, agama, gender, orientasi seksual, atau karakteristik tertentu lainnya.
Tiga hal tersebut dikatakan Bagja sangat mungkin untuk berpadu dan menyebabkan permasalahan di Pemilu 2024. Selain itu, juga akan mempengaruhi kondisi masyarakat terhadap situasi kenyamanan Pemilu 2024. Meski demikian, dia tidak memungkiri bahwa isu ini sudah dimulai saat ini jelang Pemilu 2024.
“Sekarang sudah dimulai, misalnya dulu 2017 anti terhadap ras tertentu, itu menguat di media sosial. Sekarang kalau kita lihat, sekarang muncul lagi di media sosial dan juga muncul ujaran kebencian. Sekarang sudah mulai, menyerang beberapa peserta pemilu. Beberapa kali kita baca Twitternya walau kemudian kita baca bahasanya masih lumayan soft, tapi sudah mulai menyerang lawan-lawan politik,” terang Bagja.