Sayangnya, pernyataan itu dikritik oleh banyak pihak. Organisasi Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritik Agus karena pernyataannya yang dinilai terlalu prematur. Menurut peneliti Tama S. Langkun, apa yang dilakukan oleh Agus tidak bisa dikatakan sebagai pencegahan korupsi.
"Kalau KPK ingin melakukan pencegahan korupsi, seharusnya dilakukan dengan kampanye atau penyuluhan kepada masyarakat agar tidak memilih calon yang korup," kata dia kepada media pekan lalu.
Ia berpendapat tidak tepat bagi lembaga anti rasuah menetapkan status tersangka sambil menunggu momentum Pilkada.
"Kalau KPK sudah mengantongi dua bukti permulaan yang cukup dan melalui ekspos atau gelar perkara, maka tanpa harus menunggu pemungutan suara, KPK bisa segera mengumumkan (nama tersangka)," kata dia.
Sementara, menurut anggota Komisi III Masinton Pasaribu mengatakan pernyataan Agus itu dapat dikategorikan telah merusak proses elektoral demokrasi.
"Dia di satu sisi seolah-olah sedang melakukan supremasi dan penegakan hukum. Tapi, di sisi lain berpikir bahwa KPK sedang berpolitik," ujar Masinton.
Pada periode Januari hingga Maret 2018, KPK sudah menetapkan delapan kepala daerah sbagai tersangka. Mereka adalah Bupati Hulu Sungai Tengah, Abdul Latif, Bupati Kebumen Mohammad Yahya Fuad, Bupati Jombang Nyono Suharli, Bupati Ngada Marianus Sae, Bupati Halmahera Timur Rudi Erawan, Gubernur Jambi Zumi Zola, Bupati Subang Imas Aryumningsih dan Walikota Kendari Adriatma Dwi Putra.