Anggota Tagana Lombok Timur Tahraini mengungkapkan warga merasakan trauma mendalam sejak gempa pertama kali mengguncang pada Mingg (29/7) pagi pukul 06.47 WITA. Gempa berkekuatan 6,4 SR itu berkedalaman 10 km terus diikuti gempa susulan hingga berpuluh-puluh kali.
"Saya tak bisa lagi menghitung berapa kali gempa terjadi dan berapa kali kami harus berlarian ke jalan raya. Frekuensinya sangat sering hingga warga tak ada yang berani tidur di dalam ruangan pada Minggu malam," katanya.
Eni, demikian ia biasa disapa, menuturkan warga tidur di tenda-tenda yang mereka dirikan dengan terpal secara swadaya. Tenda mereka dirikan di depan rumah dan tak jauh dari tenda, sementara sepeda motor warga terparkir rapi.
Sepanjang jalan yang membentang antara Kecamatan Sembalun hingga Kecamatan Sambelia, warga mendirikan tenda yang dihuni beberapa keluarga. Penghuni tenda diprioritaskan pada anak-anak, para ibu dan lansia. Sementara para laki-laki berjaga tak jauh dari kendaraan yang mereka parkir.
"Sebagian mengungsi ke tenda Kemensos, tapi biasanya hanya sebentar untuk mengambil makanan. Lalu mereka kembali bertahan di dekat rumah karena mereka tidak mau meninggalkan harta benda atau karena mereka memiliki hewan ternak," katanya
Seperti diketahui pada Minggu (29/7) telah terjadi bencana gempa bumi di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), tepatnya 28 km barat laut Lombook Timur, NTB. Gempa berkekuatan 6,4 SR dengan kedalaman 10 km. Gempa terjadi pukul 06.47 WITA. Gempa tidak berpotensi tsunami.
Wilayah terdampak gempa bumi antara lain Kabupaten Lombok Utara, Kabupaten Lombok Timur dan Kabupaten Lombok Barat.
Baca juga: Gempa NTB: BNPB Bantah Warga Malaysia Tewas di Gunung Rinjani