Anggota Polisi berjaga saat warga yang sempat ditahan tiba di halaman masjid Desa Wadas, Bener, Purworejo, Jawa Tengah, Rabu (9/2/2022) (ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah)
Ganjar mengklaim ingin berkomunikasi langsung dengan warga Desa Wadas, untuk menjelaskan perkara ini dengan gamblang. Dia bahkan mengaku rindu, saking ingin bertemu warga.
“Jadi, saya komunikasi terus dengan mereka, boleh kah sebenarnya saya menjelaskan ini. Saya itu maksudnya tim, bukan Ganjar saja. Bolehkah? Tapi ada yang mengambil over pekerjaan ini tanggung jawabnya siapa? Pada saat itulah kami komunikasi, waktu saya Mas Yayak boleh gak kalau kemudian tim kita nanti betul-betul dikasih ruang untuk menjelaskan. Adakah potensi kerusakan. Kalau Ganjar gak bisa menjelaskan. Karena Ini urusannya juga sudah lama. Dan ada lho pakar-pakarnya sekelas doktor, profesor ya, tentu mereka cukup berpengalaman dalam penilaian AMDAL. Nah, begini-begini, gak pokoknya cabut IPL, ya saya diam. Artinya, kita coba komunikasi, saya rindu komunikasi langsung kepada mereka yang memiliki tanah,” kata dia.
Keinginan Ganjar diwujudkan. Dia berkunjung ke Wadas, Minggu, 13 Februari 2022. “Nah, itulah kemudian saya datang sendiri. Ketika kemudian saya komunikasi dengan kawan-kawan pendamping yang ada di sana, Mas Ganjar sebaiknya ke sini Senin atau Selasa. Saya percepat jadi Minggu. Saya berangkat ke sana sendiri. Cerita yang muncul pada saat itu lebih kepada cerita yang , ya kami merasa terteror, kami diintimidasi, diseret, keluarga saya belum pulang, lebih kepada cerita itu. Kemudian ada yel-yel 'Cabut IPL'. Saya mengikuti saja karena itu pertemuan pertama."
"Harapan saya dengan pemetaan yang saya dengar langsung kita akan bisa komunikasi yang lebih manusiawi, lebih elegan. Karena di antara mereka ternyata, mereka nanya, Mas Ganjar sebenarnya berapa sih ganti ruginya? Lho ini belum disampaikan? Tentu ini jadi pertanyaan besar kalau belum disampaikan. Maka setelah itu BBWS saya panggil, BPN saya panggil, masih ada 176 gugatan berkaitan dengan harga ya, dengan tarif, ada di tapak, masih di MA, belum putus. Ya saya gak bisa kalau sudah begini masih banyak menunggu, buat saya gak bisa. Kalau memang iya, bicara dong dengan MA, ini prioritas, mohon untuk percepatan. Dengan cara itu kemudian cepat beres. Kalau mereka sudah mau. Mereka sudah sanggup, pekerjaan sudah berjalan, tinggal dibayar. Terlalu lama ya gak bisa. Sama dengan diukur ini tim appraisal segera tentukan, kalau itu bisa segera ditentukan, segera bayar, sehingga masyarakat tidak ada pertanyaan berapa harganya? Karena jangan-jangan problemnya di harga. Jangan-jangan lho,” sambung Ganjar.
Dia melanjutkan, “Atau-jangan-jangan problem masa depan saya di mana? Kan itu di daerah yang mau ditambang itu gak ada orang. Tidak ada perumahan. Ya saya konfirmasi ke orang-orang itu. Mereka kan tinggalnya sekitar 300-500 meter (dari lokasi tambang), terdekat. Jadi apa artinya ini dua lokasi yang berbeda. Maka saya coba rapat kemarin pasca saya bertemu dengan mereka, apa yang kemudian bisa kita kerjakan kepada mereka. Contoh, ini ada cerita bullying ada anak-anak, kemudian mereka di sekolah saling ledek. Coba dong ada trauma healing. Yang bisa kita berikan, kita siapkan sekarang. Yang kedua, memang memerlukan kebutuhan sehari-hari, semacam sembako dan sebagainya. Kita siapkan. Ketiga, apakah kemudian perlu menyiapkan sebagai suatu insentif kepada masa depan mereka, dari ketakutan-ketakutan, apakah saya nanti bisa bekerja lagi atau tidak. Maka kemarin ada pendamping yang mengatakan kepada saya Pak Ganjar bisa bantu nggak, kami butuh bibit tanaman buah. Oh sekarang aja, gak usah nunggu nanti. Sekarang aja."
"Nah, ketika kemudian ini bisa dikomunikasikan harapan saya, ini bisa membantu, samalah ketika kemudian kita ke sana, sinyal telepon hilang, saya telepon aja Telkom, ternyata di beberapa juga areanya blank-spot. Jadi ya komitmen ini kita berikan, termasuk, kemudian berapa jumlah warga miskin di sana yang harus mendapatkan rumah sehat layak huni. Jamban. Sumber air bersih yang diperlukan. Ini yang kita komunikasikan. Kemarin, kami komuniksi dengan pendamping, kawan-kawan di sana, kalau kita sepakati sebagai bentuk itikad untuk komunikasi, lebih terbuka sebelum bicara soal setuju dan tidak setuju, kita bisa eksekusi seketika. Ini kami sampaikan tidak hanya ke yang kontra. Yang pro juga sama,” imbuh Ganjar.