Menjelang masa-masa akhir kuliah, Erwin nekad mengadakan pameran tunggal karya-karyanya pada bulan Mei 2016. Ia pun memilih Galeri Rhaos--salah satu galeri seni di Batu--untuk memamerkan karya-karyanya.
"Mimpiku adalah harus pameran tunggal sebelum lulus. Waktu itu aku punya cukup dana, jadi tinggal eksekusi saja. Aku bekerja sama dengan seorang kurator di Malang, mulai dari membuat konsep hingga tema yang diangkat," kata Erwin.
Dengan mengambil tema "Merajut Mengurai", Erwin menampilkan tokoh-tokoh Hak Asasi Manusia (HAM) seperti Wiji Thukul dan Munir. Tak lupa ia memberikan sentuhan Scribble Art pada karyanya.
"Scribble itu kan benang kusut yang ruwet, sama seperti kasus mereka yang sampai saat ini belum terselesaikan. Terkait tema, istilah merajut itu ibarat menggali data. Aku mencari data-data soal Munir sebelum merepresentasikannya dalam karya. Kemudian, kalau istilah mengurai, itu ibarat mengurai perlahan, aku berharap kasus-kasus HAM terselesaikan dan tak menjadi bahan politik sampai saat ini," ungkap Erwin.
Usai mengadakan pameran tunggal, Erwin pun tergerak mengabadikannya dalam tulisan. Kasus-kasus pelanggaran HAM yang telah divisualisasikan tersebut lantas ditulis menjadi sebuah skripsi. Ia pun berhasil lulus dengan predikat cumlaude.
Setelah lulus dan bekerja di sebuah lembaga pemerintahan, Erwin lantas bergabung dengan komunitas Pembidik Mimpi. Ia mengajak sesama alumni penerima beasiswa Bidik Misi untuk memberikan bantuan kepada para adik kelas di kampung halaman, seperti halnya yang dilakukan Imam Santoso dulu.
"Banyak yang mendukung aksi sosial ini. Sampai sekarang sudah ada puluhan donatur dan penerima beasiswanya dari beberapa jenjang pendidikan seperti SD, SMP, SMA, hingga Mahasiswa S1," tuturnya.
Tak puas dengan pencapaiannya saat ini, Erwin masih mengejar mimpi untuk kembali melanjutkan kuliah di Universitas Sorbonne, Paris.
"Selagi muda, manfaatkan waktu untuk berkarya. Ingat, keterbatasan ekonomi bukanlah alasan untuk berhenti mimpi," pesan Erwin.