Jakarta, IDN Times - Sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang tergabung dalam koalisi masyarakat sipil untuk reformasi sektor keamanan mempertanyakan keterangan yang disampaikan oleh Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto terkait insiden ledakan amunisi di Garut. Usai mengikuti rapat dengan komisi I DPR pada 26 Mei 2025 lalu, Agus mengatakan warga sipil yang ada di lokasi ledakan ikut memasak dan mengurus logistik bagi para prajurit TNI Angkatan Darat (AD).
Jenderal bintang empat itu membantah TNI AD ikut melibatkan warga sipil dalam pemusnahan bahan peledak yang sudah kedaluwarsa. Itu semua, kata Agus, merupakan bagian dari hasil penyelidikan internal yang dilakukan oleh TNI AD.
"Sebenarnya kami tidak melibatkan warga sipil dalam pemusnahan bahan peledak yang sudah expired. Masyarakat sipil di situ itu tukang masak dan pegawai di situ," ujar Agus di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat yang dikutip oleh koalisi sipil pada 1 Juni 2025 lalu.
Salah satu LSM yang ikut tergabung di dalam koalisi sipil adalah Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI). Mereka menyayangkan pernyataan Agus yang menyangkal adanya pelibatan warga sipil dalam aktivitas pemusnahan amunisi yang telah kedaluwarsa.
"Pernyataan itu memberikan indikasi kuat rendahnya tingkat obyektivitsas, integritas dan kredibilitas penyelidikan internal TNI atas kasus ini," ujar Julius di dalam keterangan tertulis.
Keterangan Panglima TNI itu, kata Julius, bertolak belakang dengan temuan yang disampaikan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang menunjukkan adanya 21 warga sipil yang terlibat di dalam aktivitas pemusnahan amunisi. Warga sipil itu berstatus tenaga harian lepas dan dibayar dengan upah Rp150 ribu per hari.
"Mereka bekerja tanpa pelatihan bersertifikasi dan alat pelindung diri," katanya.