TNI AD: Cara Pemindahan Amunisi Tidak Tepat sehingga Meledak

- Sembilan warga sipil tewas saat memindahkan detonator kedaluwarsa untuk dimusnahkan dengan cara diledakan di lubang ketiga yang telah digali.
- Tim investigasi menemukan serpihan telepon seluler di titik pemusnahan amunisi yang bisa menjadi pemicu gelombang elektromagnetik dan memunculkan arus listrik.
Jakarta, IDN Times - Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat (Kadispenad), Brigjen TNI Wahyu Yudhayana, mengatakan, ada 13 orang tewas di Kabupaten Garut pada 12 Mei 2025 lalu saat memindahkan detonator yang sudah kedaluwarsa. Detonator afkir itu hendak dimusnahkan dengan cara diledakan di lubang ketiga yang telah digali.
Saat dibawa oleh warga sipil dan diserahkan ke prajurit TNI AD yang sudah ada di dalam lubang, tiba-tiba detonator meledak. Wahyu menyadari itu merupakan keteledoran ketika warga sipil ikut dilibatkan dalam proses pemindahan detonator. Apalagi warga tersebut tidak mengetahui cara-cara yang benar untuk memusnahkan amunisi.
"Sembilan warga ini bahu-membahu membantu mengangkat detonator ke dalam lubang itu dan diterima oleh para prajurit. Saat itulah kesalahan terjadi. Detonator yang posisinya expired, afkir, rentan, mungkin pembawaannya tidak sesuai dengan yang seharusnya karena yang membantu adalah masyarakat," ujar Wahyu ketika dikonfirmasi pada Selasa (27/5/2025).
Proses warga sipil menyerahkan detonator yang sudah kedaluwarsa ke prajurit TNI AD untuk diledakan diawasi oleh tiga personel TNI AD, termasuk Kepala Gudang Pusat Amunisi (Gupusmu) III, Kolonel Cpl Antonius Hermawan. Namun, Antonius pun ikut gugur dalam insiden tragis tersebut.
"Ledakan itu menyebabkan jatuh korban warga sipil yang seharusnya tidak sampai pada tahap itu," kata dia.
1. TNI AD temukan serpihan telepon seluler di titik pemusnahan amunisi

Wahyu mengatakan, tim investigasi sempat menemukan serpihan telepon seluler di titik pemusnahan amunisi. Itu bisa menjadi salah satu poin yang dianalisis oleh laboratorium bisa menjadi pemicu gelombang elektromagnetik dan memunculkan arus listrik.
"Kita tidak busa berbicara ke-13 (korban) memegang HP, ya. Kita bicara 1/3 kekuatan dari para korban itu pegang HP saja, itu sudah menimbulkan gelombang elektromagnetik yang cukup tinggi," kata Wahyu.
2. TNI AD bantah ikut melibatkan warga sipil karena tak punya anggaran pemusnahan

Sejumlah dokumentasi menunjukkan proses pemusnahan amunisi dilakukan secara tradisional. Bahkan, warga sipil yang ikut dilibatkan tidak mengenakan alat pelindung yang mumpuni sehingg hal tersebut dipandang rentan membahayakan keselamatan.
Di sisi lain, Guru Besar Ilmu Politik dan Keamanan dari Universitas Padjajaran, Muradi, mengatakan, TNI AD memiliki unit khusus yang memahami pemusnahan amunisi bernama ZENI. Tetapi, satuan tersebut tak ikut dilibatkan saat insiden di Garut terjadi.
Wahyu menepis hal itu lantaran TNI AD memiliki keterbatasan anggaran untuk melakukan pemusnahan amunisi.
"Kenapa tidak ada unit yang memang mengantisipasi untuk ledakan di sekitar ledakan? Itu sebetulnya kepada pada penambahan pelibatan. Jadi, bukan karena tidak dilakukan karena tidak ada anggaran. Ini memang sudah ada job desk masing-masing," kata jenderal bintang satu itu.
Salah satu evaluasi ke depan yang akan dilakukan oleh TNI AD dalam aktivitas pemusnahan amunisi yakni akan melibatkan satuan ZENI.
"Justru sekarang kami malah akan menambah anggaran (dengan melibatkan satuan ZENI TNI AD)," kata dia.
3. TNI AD pilih lahan milik BKSDA karena dekat dengan garis pantai

Ketika IDN Times tanyakan mengapa lokasi pemusnahan amunisi dilakukan di lahan terbuka milik Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Garut, Wahyu mengatakan, karena lahan tersebut milik pemerintah.
Ia mengatakan, area di Desa Sagara aman untuk aktivitas pemusnahan amunisi karena jauh dari permukiman warga. Namun, kini permukiman warga semakin mendekat ke titik pemusnahan amunisi.
"Kalau Anda melihat, kami memiliki dua titik pemusnahan (amunisi). Satu di Ngambal, Kebumen, dua di Cibalong (Garut), keduanya sama-sama dekat dengan garis pantai. Sehingga, sebetulnya, kami sudah mempertimbangkan area yang aman, jauh dari pemukiman masyarakat," kata Wahyu.
Ia memastikan, warga sipil yang meninggal dalam insiden ledakan di Garut bukan dampak karena tinggal di sekitar titik pemusnahan amunisi. Melainkan, mereka berada di episentrum area pemusnahan.
Wahyu mengakui dalam rapat tertutup dengan Komisi I DPR pada Senin (26/5/2025), salah satu rekomendasi yang disampaikan yakni saran agar TNI AD memiliki lahan sendiri untuk aktivitas pemusnahan amunisi.
"Itu menjadi bahan evaluasi dari TNI Angkatan Darat," ujar dia.