Jakarta, IDN Times - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan yang terdiri dari beberapa LSM menolak Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Andika Perkasa dicalonkan sebagai Panglima TNI. Mereka juga mendesak DPR agar melakukan evaluasi kembali terhadap pencalonan Andika. Ada beberapa alasan mengapa mereka menolak pencalonan Andika.
Pertama, usulan nama Andika merupakan pilihan yang keliru karena mengabaikan pola kebijakan berbasis pendekatan rotasi. Bila merujuk ke Undang-Undang TNI Pasal 13 ayat (4), maka tertulis jabatan Panglima TNI dapat dijabat secara bergantian oleh perwira tinggi aktif dari tiap-tiap angkatan atau matra. Calon panglima pernah atau sedang menjabat sebagai kepala staf angkatan.
Bila merujuk kepada aturan tersebut, maka seharusnya Panglima TNI pada tahun ini dijabat Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Yudo Margono. Tetapi, Presiden Joko "Jokowi" Widodo kembali memilih pucuk pimpinan dari matra Angkatan Darat.
"Jangan sampai terbentuk kesan, salah satu matra itu dianak-emaskan. Seperti yang kita ketahui di era Orde Baru, salah satu matra menjadi anak memimpin ABRI ketika itu. Hal ini penting dilakukan untuk menghindari kecemburuan di dalam internal angkatan bersenjata kita," ujar peneliti dari Imparsial, Hussein Ahmad dalam diskusi virtual, Kamis, 4 November 2021.
Di sisi lain, rotasi antar-matra juga bertujuan untuk menciptakan sinergitas. Supaya siapa pun yang menjadi pemimpin, maka ia bisa menghadapi ancaman perang secara terintegrasi.
Apa lagi alasan Koalisi Masyarakat Sipil menolak pencalonan Andika sebagai calon tunggal Panglima TNI?