Jakarta, IDN Times - Koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari beberapa LSM mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar turun tangan dan mengusut dugaan korupsi di balik rencana pembelian 12 jet tempur bekas Mirage 2000-5 milik Angkatan Udara (AU) Qatar.
Sebab, berdasarkan pemberitaan yang diunggah oleh META NEX dengan judul 'Indonesia Prabowo Subianto EU Corruption Investigation', disebut bahwa Prabowo menerima suap 7 persen dari harga pesawat Mirage 2000-5 yang semula hendak dibeli Indonesia.
Jet tempur bekas itu ditunda pembeliannya oleh Kementerian Pertahanan karena keterbatasan dana. Lalu, Juru Bicara Menhan, Dahnil Anzar Simanjuntak menegaskan pada Sabtu (10/2/2024) malam, bahwa Kemhan batal membeli jet tempur bekas tersebut.
Selain itu, berdasarkan pemberitaan itu pula, disebut bahwa sudah dilakukan proses penyelidikan oleh Badan Antikorupsi Uni Eropa (GRECO) terhadap kontrak pembelian pesawat bekas, Mirage 2000-5. Ketika kontrak pembelian itu diteken, di dalamnya turut melibatkan pihak broker asal Ceko yakni Excalibur International dan seorang mantan pilot Angkatan Udara dari Prancis, Habib Boukharouba.
Ketua Pusat Bantuan Hukum Indonesia (PBHI), Julius Ibrani mengatakan, di dalam pemberitaan itu juga menyebut adanya indikasi kemahalan harga Mirage 2000-5 yang diduga sudah direkayasa. Indonesia harus mengeluarkan dana sebesar 66 juta dolar Amerika Serikat (AS) untuk satu unit jet tempur bekas tersebut. Maka, 12 unit jet tempur yang semula hendak dibeli mencapai 792 juta dolar Amerika Serikat (AS).
"Padahal, kondisi pesawat sudah sangat tua, lebih dari 20 tahun. Sementara, harga pasaran pada periode awal produksi dan pemasaran (20 tahun lalu) hanya berkisar antara 23 juta dolar AS hingga 35 juta dolar AS," ujar Julius di dalam keterangan tertulis pada Minggu (11/2/2024).
Ia juga mengutip, di dalam artikel tersebut ada kesepakatan untuk memberikan suap senilai 7 persen dari total kontrak atau sebesar 55,4 juta dolar. Bila dirupiahkan angkanya mencapai Rp900 miliar. Suap itu tertulis di artikel bakal digunakan untuk pendanaan kampanye Prabowo di Pemilu 2024.
"Adanya kick-back yang sangat fantastis senilai 55,4 juta dolar AS untuk pendanaan kampanye bukan hanya berarti adanya dugaan korupsi akibat penyelewenangan APBN, tetapi ada dugaan pelanggaran pemilu dalam konteks pidana," tutur dia.