Jakarta, IDN Times - Koalisi masyarakat sipil menepis pernyataan dari Menteri Hukum, Andi Supratman yang menyebut warga biasa yang mengajukan uji formil Undang-Undang baru TNI tak memiliki legal standing. Bahkan, warga biasa tetap akan terkena dampak dari direvisinya Undang-Undang TNI meskipun mereka bukan anggota TNI atau siswa sekolah militer.
Legal standing adalah suatu konsep atau keadaan saat seseorang mempunyai hak dan memenuhi syarat untuk mengajukan permohonan ke muka pengadilan.
"Undang-Undang walaupun dia hanya bicara satu sektor tertentu dan spesifik, dia pasti punya kaitan dengan hajat hidup orang. Apalagi, aturan itu bentuknya undang-undang. Beda dari aturan teknis lain, misalnya yang mengatur PNS," ujar Direktur LBH Jakarta, Muhammad Fadhil Alfathan ketika dihubungi IDN Times melalui telepon pada Kamis (26/6/2025).
Selain itu, kata Fadhil, sudah diakui pula oleh Mahkamah Konstitusi (MK) ketika proses uji formil, legal standing tidak seketat ketika mengajukan uji materiil sebuah undang-undang. Hal tersebut merupakan kaidah di MK dan peraturan pembentukan perundang-undangan.
"Isinya dalam setiap pembentukan undang-undang, tidak mungkin bisa dihindari bahwa masyarakat merupakan stakeholder langsung. Jadi, keliru bila dikatakan gak ada tautan langsung karena bukan anggota TNI atau calon prajurit TNI," tutur dia.
Menurutnya, isi uji formil yang diajukan oleh koalisi masyarakat sipil adalah proses penyusunan UU baru TNI. Sehingga, siapapun bisa mengajukan uji formil ke MK.
Dari 14 gugatan mengenai UU TNI, MK menilai lima gugatan di antaranya sesuai untuk bisa maju ke tahap selanjutnya. Itu sebabnya pada Senin kemarin, MK memanggil pemerintah dan DPR untuk memberikan keterangan.
Namun, di luar dugaan, komposisi pemerintah dan parlemen yang hadir sangat lengkap. Selain Menteri Supratman, ada pula Menteri Pertahanan, Sjafrie Sjamsoeddin, Wamenkum, Edward Omar Sharif Hiariej, dan Wamenhan, Donny Ermawan.