Menteri Hukum: Penggugat Tak Punya Kepentingan bagi UU TNI

- Menkum RI: Penggugat tidak punya kedudukan hukum yang memadai
- Penggugat bukan pegawai sipil yang berpotensi dirugikan dengan perluasan kesempatan militer
- DPR desak MK tolak gugatan UU TNI karena proses pembentukan sesuai UUD 1945
Jakarta, IDN Times - Menteri Hukum (Menkum) RI Supratman Andi Agtas menilai, pemohon dalam perkara pengujian Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan atas UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing yang memadai.
Supratman menegaskan, pemohon bukan merupakan pegawai di instansi sipil yang berpotensi dirugikan dengan diperluasnya kesempatan bagi militer untuk menduduki jabatan sipil. Karena itu, ia menilai, pemohon tidak dapat dikualifikasi memiliki kepentingan atas materi muatan UU TNI.
Hal itu disampaikan Supratman sebagai perwakilan pemerintah untuk menyampaikan keterangan dalam sidang lanjutan UU TNI di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Senin (23/6/2025).
"Para pemohon bukan merupakan adresat dari undang-undang a quo dan bukan merupakan pegawai di instansi sipil yang berpotensi dirugikan dengan diperluasnya kesempatan bagi militer untuk menduduki jabatan sipil," kata Supratman.
1. UU TNI dinilai tidak berdampak bagi pemohon

Di sisi lain, Supratman mengatakan, para penggugat UU TNI ini berasal dari kalangan organisasi sipil atau lembaga swadaya masyarakat (LSM). Sedangkan para pemohon lainnya berprofesi sebagai seorang mahasiswa, aktivis hingga ibu rumah tangga, sehingga tidak memiliki pertautan langsung dengan UU ini.
"Para pemohon bukan prajurit aktif dan bukan siswa sekolah kedinasan militer serta tidak mendaftar sebagai calon prajurit TNI," kata dia.
2. DPR tegaskan penggugat UU TNI tak punya legal standing

Hal serupa juga disampaikan Ketua Komisi I DPR RI Utut Adianto ketika membacakan keterangan resmi lembaga legislatif dalam sidang sidang lanjutan pengujian UU TNI di Mahkamah Konstitusi. Utut berpandangan para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing yang kuat.
“DPR RI berpandangan bahwa para pemohon tidak memiliki pertautan langsung dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025," ujar Utut.
Ketua Fraksi PDI Perjuangan itu menambahkan, para pemohon sebagian besar berasal dari kalangan mahasiswa, pekerja swasta, pengurus rumah tangga, hingga masyarakat umum. Ia pun menilai, para pemohon tidak cukup relevan dengan substansi yang digugatnya.
"Karena tidak berkapasitas sebagai TNI aktif, calon prajurit TNI, atau pun pegawai di instansi sipil yang berpotensi dirugikan dengan masa jabatan sipil yang memungkinkan dijabat oleh TNI,” ujarnya.
3. DPR desak MK tolak gugatan UU TNI

Oleh sebab itu, DPR RI dalam salah satu petitumnya meminta MK menyatakan menolak permohonan para penguji untuk seluruhnya. DPR menyatakan, proses pembentukan UU TNI telah sesuai dengan UUD 1945, dan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Menolak permohonan a quo untuk seluruhnya atau paling tidak menyatakan permohonan aku tidak dapat diterima," kata Utut saat membacakan petitumnya dalam sidang itu.
Utut juga meminta MK menetapkan UU TNI telah memenuhi ketentuan pembentukan peraturan perundang-undangan, dan UUD 1945. Ia juga memerintahkan permintaan putusan ini dalam berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.
"Menyatakan bahwa proses pembentukan Undang-Undang Nomor 3 tahun 2005 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2025 Nomor 35 tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 71 04 telah sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan telah memenuhi ketentuan pembentukan peraturan perundang-undangan," tutur dia.
Diketahui, gugatan terhadap UU TNI diajukan oleh sejumlah pemohon dari berbagai latar belakang. Para pemohon terdiri dari akademisi, mahasiswa dari lintas universitas, hingga organisasi masyarakat sipil seperti Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Imparsial, dan LBH Jakarta.
Para pemohon menilai pembentukan UU TNI hasil revisi oleh pemerintah dan DPR tak memenuhi asas partisipasi publik karena dinilai dilakukan secara tertutup. Selain itu, pemohon juga mengkritisi beberapa substansi dalam beleid tersebut, termasuk perluasan kewenangan militer dalam operasi militer selain perang (OMSP), termasuk ketentuan yang memungkinkan prajurit aktif menduduki jabatan sipil.