Komisi II: MK Tepat Tolak Gugatan Syarat Capres-Cawapres Minimal S1

- Di negara maju pendidikan tinggi tak jadi syarat capres dan cawapres
- Kualitas pendidikan kandidat tetap harus diperhatikan
- MK menolak gugatan syarat capres dan cawapres minimal S1
Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Fraksi Partai Demokrat, Dede Yusuf menilai, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatan syarat pendidikan capres dan cawapres sudah tepat. Ia menilai, sebaiknya aturan seperti ini diserahkan ke rekayasa konstitusi dalam hal ini DPR untuk membuat tata aturan persyaratan capres dan cawapres.
Dalam pandangannya, Dede mengatakan, UU mengenai syarat capres-cawapres memberi ruang ke semua warga negara untuk bisa mencalonkan atau dicalonkan tanpa memandang latar belakang ataupun pendidikan seseorang.
"Apa yang dilakukan MK ini sudah tepat, sudah benar, jadi tidak perlu harus mencantumkan, tapi diserahkan kepada rekayasa konstitusi dlm hal ini adalah DPR untuk membuat tata aturan persyaratan tersebut," kata Dede kepada wartawan, Jumat (18/7/2025).
1. Di negara maju pendidikan tinggi tak jadi syarat capres dan cawapres

Dede mengatakan, di berbagai negara, bahkan negara maju pun juga menggunakan hal yang sama. Banyak negara, yang tidak menetapkan syarat minimal standar pendidikan apakah D3 atau S1.
Menurut dia, persyaratan capres dan cawapres itu berkewarganegaraan asli. Ia menilai, syarat ini merupakan hal yang fundamental. Selain itu, memiliki rekam jejak yang baik, positif dan tidak ada jejak rekam yang negatif.
"Di berbagai negara, bahkan negara maju pun juga menggunakan hal yang sama. Dia tidak ditetapkan syarat minimal standar pendidikan apakah D3 apakah S1 atau yang lainnya," kata dia.
2. Kualitas pendidikan kandidat tetap harus diperhatikan

Kendati, Dede mengatakan, dalam norma politik, Indonesia harus tampil di dunia internasional karena bagaimanpun wajah presiden aadalah wajah negara.
Sebab, pemimpin besar seperti Indonesia yang harus memimpin 280 juta rakyat tetap harus memiliki pendidikan yang baik, karena kalau tidak, maka Indonesia seolah tidak menghargai pendidikan.
"Itu sebabnya, perlu juga pendidikan seorang pemimpin itu memiliki namanya kualitas pendidikan tinggi, namun tidak perlu itu distate dan itu diserahkan saja kepada pembuat UU yaitu DPR dan pemerintah utk menetapkannya," kata Waketum Partai Demokrat itu.
3. MK menolak gugatan syarat capres dan cawapres minimal S1

MK menolak perkara nomor 87/PUU-XXIII/2025 terkait uji materiil Pasal 169 huruf r Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Dalam gugatan itu, Pemohon meminta agar syarat batas minimal capres dan cawapres ditingkatkan, dari yang semula pendidikan SMA sederajat menjadi minimal lulusan sarjana (S1).
"Amar putusan mengadili, menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK, Suhartoyo dalam sidang putusan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (17/7/2025).
Hakim Konstitusi, Ridwan Mansyur memaparkan, MK dalam pertimbangannya menjelaskan setidaknya terdapat 20 persyaratan dari berbagai aspek bagi warga negara yang ingin mendaftarkan diri sebagai capres dan cawapres. Aturan ini diakomodir dalam Pasal 169 huruf a sampai dengan t UU Pemilu. Semua syarat itu secara kumulatif harus dipenuhi capres dan cawapres yang akan diajukan partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu, sebagamana diatur Pasal 6A ayat 2 UUD NRI Tahun 1945.
"Secara konstitusional, perihal persyaratan bagi capres dan cawapres untuk dapat diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu, Pasal 6 ayat 1 UUD NRI Tahun 1945 menyatakan, 'Calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus seqrang warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden'," ucap Ridwan.