Jakarta, IDN Times - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyesalkan terjadinya bentrok antara aparat penegak hukum (APH) dengan warga di Pulau Rempang, Batam pada 7 September 2023 lalu.
Menurut Komnas HAM, seharusnya pemerintah pusat dan daerah serta APH menggunakan pendekatan humanis dalam penyelesaian sengketa agraria. Hal itu juga berlaku untuk pembangunan proyek strategis nasional (PSN).
"Kami mendesak penghentian pengerahan pasukan dan tindakan represif kepada masyarakat dan mengedepankan dialog," ujaar Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro dalam keterangan tertulis, dikutip Senin (11/9/2023).
Ia pun mengakui bahwa Komnas HAM telah menerima surat pengaduan dari ketua Koordinator Kerabat Masyarakat Adat Tempatan (KERAMAT) pada 2 Juni 2023 perihal permohonan legalitas lahan masyarakat kampung-kampung di Pulau Rempang, Pulau Galang, dan Pulau Galang Baru.
Kasus bermula dari adanya rencana relokasi warga di Pulau Rempang, Pulau Galang, dan Pulau Galang Baru dalam mengembangkan investasi di Pulau Rempang menjadi kawasan industri, perdagangan, serta wisata yang terintegrasi.
Proyek itu, kata Atnike, dikerjakan oleh PT Makmur Elok Graha (MEG) yang ditargetkan bisa menarik investasi besar yang akan menggunakan lahan seluas 7.572 hektare atau 45,89 persen dari total luas Pulau Rempang 16.500 hektare.
"Kemudian akan dilakukan relokasi warga di Pulau Rempang, Pulau Galang, dan Pulau Galang Baru yang diperkirakan antara 7.000 jiwa hingga 10 ribu jiwa," tutur dia.
Sementara, dalam peristiwa pada 7 September 2023 lalu, Komnas HAM mengakui upaya pemasangan patok menimbulkan korban di masyarakat termasuk perempuan dan anak-anak.
"Kami meminta pemerintah daerah melakukan pemulihan bagi masyarakat yang mengalami kekerasan dan trauma, termasuk anak-anak yang memerlukan pemulihan khusus," katanya.