Komnas HAM Kecam Pembubaran Paksa Retret Remaja Kristen di Sukabumi

- Komnas HAM desak polisi usut tegas pelaku pengusiran dan perusakan
- Komnas HAM dorong pemda dan tokoh agama di Jabar bangun ruang dialog antaragama
- Gubernur Dedi Mulyadi berikan dana Rp100 juta sebagai kompensasi perusakan
Jakarta, IDN Times - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengecam keras pengusiran dan pembubaran paksa retret di Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Peristiwa yang terjadi pada 27 Juni 2025 lalu itu merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan.
"Peristiwa itu juga melanggar prinsip kebebasan berkumpul serta hak atas rasa aman yang dijamin dalam konstitusi dan instrumen Hak Asasi Manusia (HAM)," ujar Koordinator Subkom Penegakan Hukum Komnas HAM, Pramono Ubaid Tanthowi di dalam keterangan tertulis, Rabu (2/7/2025).
"Kami mengecam keras pengusiran dan menyampaikan keprihatinan mendalam," imbuhnya.
Berdasarkan informasi awal yang diperoleh Komnas HAM, kegiatan keagamaan yang dilakukan secara damai oleh sekelompok remaja Kristen dibubarkan secara paksa oleh sekelompok warga. Selain itu, terjadi perusakan terhadap rumah singgah, kendaraan, dan benda-benda simbol keagamaan, termasuk salib.
"Tindakan ini mencerminkan intoleransi antar umat beragama dan merupakan ancaman bagi kehidupan keberagaman di Indonesia," katanya.
1. Komnas HAM dorong polisi untuk usut tegas terhadap pelaku pengusiran

Lebih lanjut, Komnas HAM mendesak aparat penegak hukum bertindak tegas dalam menangani kasus tersebut. Hal itu termasuk melakukan proses hukum terhadap pelaku pengusiran dan perusakan.
"Pembiaran terhadap tindakan intoleransi hanya akan memperkuat budaya impunitas dan melemahkan kepercayaan publik terhadap aparat negara," ujar Pramono.
Sementara, Polda Jawa Barat sudah menetapkan tujuh orang sebagai tersangka kasus perusakan rumah singgah tersebut. Mereka melakukan perusakan diduga karena pelaku tidak suka rumah itu dijadikan tempat ibadah.
"Kami telah menetapkan tujuh pelaku dalam kasus perusakan rumah. Laporan dibuat oleh Yohanes Wedi dan pemilik rumah Veronica Ninna. Polisi telah meminta keterangan sejumlah saksi," ujar Kapolda Jabar Irjen (Pol) Rudi Setiawan pada 1 Juli 2025 lalu.
Ia menambahkan, perusakan dilakukan di rumah korban ketika kegiatan ibadah sedang digelar. Ada 36 orang di dalam kegiatan itu, termasuk anak dan pendampingnya. Menurut Rudi, warga setempat tidak bisa menerima hal tersebut karena tidak melapor lebih dulu ke Kepala Desa Tangkil.
2. Komnas HAM dorong pemda dan tokoh agama di Jabar bangun ruang dialog antaragama

Hal lain yang disampaikan oleh Komnas HAM yakni mereka mendorong pemerintah daerah, kepolisian daerah Jawa Barat serta tokoh agama masyarakat di Sukabumi, untuk membangun ruang-ruang dialog antarumat beragama.
"Kami juga meminta dilakukan upaya untuk memperkuat edukasi toleransi serta memastikan bahwa semua warga negara apapun latar belakang agama dan kepercayaannya dapat menjalankan kegiatan keagamaannya secara damai serta aman," tutur Pramono.
Komnas HAM juga menegaskan, negara punya kewajiban untuk melindungi setiap warga negara dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi. Selain itu, negara juga harus menjamin kebebasan beragama dan punya keyakinan tanpa tekanan atau gangguan dari pihak manapun.
"Komnas HAM membuka komunikasi dengan para pihak guna memastikan adanya pemulihan hak bagi para korban dan mencegah kejadian serupa di masa mendatang," tuturnya.
3. Gubernur Dedi Mulyadi berikan dana Rp100 juta sebagai kompensasi perusakan

Sementara, isu perusakan rumah singgah di Sukabumi sudah langsung direspons oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi. Pemilik rumah mengaku mengalami kerugian hingga Rp100 juta.
Gubernur dari Partai Gerindra itu mengaku sudah mengirim uang untuk pemilik rumah, Yongki Dien sebesar Rp100 juta, sebagai bantuan untuk perbaikan rumah yang dirusak massa. "Kerusakan yang ditimbulkan akibat aksi anarkistis massa menjadi tanggungan Gubernur Jabar," ujar Dedi, pada Selasa kemarin.
Sepulang dari sana, Dedi memastikan kejadian itu merupakan peristiwa pidana yang harus ditindaklanjuti secara hukum. Polisi diyakini akan menjalankan proses hukum secara objektif.
"Saya akan mengawal seluruh proses hukumnya agar berjalan baik, objektif dan tuntas. Saya yakin Polres Sukabumi akan bekerja berdasarkan fakta dan alat bukti yang ada," ujarnya.
Tetapi, Yongki berniat menggunakan dana dari Dedi untuk renovasi musala dan fasilitas umum lainnya.