Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Komnas: Kawin Tangkap Tidak Sehat bagi Kelangsungan Rumah Tangga

ilustrasi pernikahan (IDN Times/Mardya Shakti)
Intinya sih...
  • Kawin paksa memberikan dampak tidak sehat bagi kelangsungan rumah tangga.
  • Komnas Perempuan melakukan analisis dan akan menerbitkan rekomendasi terkait cara penanganan kawin tangkap.
  • Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual menyebutkan perkawinan paksa sebagai bentuk tindak pidana kekerasan seksual.

Jakarta, IDN Times - Kegiatan kawin paksa atau kawin tangkap yang masih berlangsung di beberapa daerah menjadi perhatian sejumlah pihak. Ketua Komisioner Komnas Perempuan, Andy Yentriyani mengungkapkan, dalam praktik kawin paksa, perkawinan yang dimulai dengan kekerasan akan memberikan dampak yang tidak sehat bagi kelangsungan rumah tangga.

Andy menjelaskan, kawin tangkap memberikan masalah bukan hanya bagi perempuan saja, namun juga bisa menimpa laki-lakinya.

“Komnas Perempuan telah melakukan analisis terkait kawin tangkap. Nantinya, melalui konsultasi bersama kami akan menerbitkan rekomendasi umum terkait cara penanganan kawin tangkap dan pemaksaan perkawinan yang bisa menjadi rujukan bagi aparat penegak hukum (APH) dan para pendamping. Harapannya, permasalahan kawin tangkap ini tidak berlanjut di masa mendatang, karena memberikan trauma spesifik kepada perempuan korban, maupun pada laki-laki yang turut membangun rumah tangga, serta mempengaruhi kehidupan di jangka panjang,” kata Andy dalam keterangan pers, Senin (13/5/2024).

1. Upaya kesepakatan hentikan kawin tangkap

Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, dalam webinar Mendorong Percepatan Pembentukan Direktorat PPO dan PPA, Jumat (19/4/2024). (IDN Times/Lia Hutasoit)

Baru-baru ini telah dilakukan kesepakatan bersama tokoh adat Sumba Tengah untuk menghentikan praktik budaya kawin tangkap.

Andy menjelaskan, upaya transportasi budaya dan pemikiran ini patut untuk diapresiasi.

Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) menyebutkan, perkawinan paksa merupakan salah satu bentuk tindak pidana kekerasan seksual.

2. Kawin tangkap bagi anak perempuan pengaruhi psikologis hingga reproduksi

ilustrasi perempuan saat masa puber (IDN Times/Aditya Pratama)

Sementara itu, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Sylvana Maria Apituley, turut menyampaikan dampak kawin tangkap bagi anak perempuan. Di antaranya putus sekolah, trauma psikologis, mempengaruhi kesehatan reproduksi dan menyebabkan tumbuh kembang anak tidak optimal.
 
“Kami mendorong pemerintah daerah, forum ini dapat dilanjutkan dengan upaya pemenuhan hak anak minimal terkait pendidikan. Jangan sampai anak putus sekolah karena akan menambah kerentanan anak menjadi korban kekerasan atau eksploitasi. Kita harus hentikan kawin tangkap, karena bisa mempengaruhi seluruh kehidupan anak di masa mendatang,” kata Sylvana.

3. Upaya penyusunan aturan hingga UPTD PPA

UPTD PPA Tangsel (Dok. Istimewa)

Adapun Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Setda Kabupaten Sumba Tengah Oktavianus Deky mengatakan, pihaknya akan terus mengawal komitmen bersama yang telah dibangun.

Penyusunan peraturan daerah, pendampingan korban, hingga pembentukan UPTD PPA dirasa sangat dibutuhkan untuk menekan angka kawin tangkap di Sumba Tengah.
 
“Sudah saatnya seluruh pihak ikut serta menyudahi permasalahan ini. Kebijakan strategis seperti peraturan daerah sedang kita upayakan dan mudah-mudahan di periode legislatif selanjutnya bisa melahirkan kebijakan baru. Upaya pendampingan dan rehabilitasi sudah dilakukan, termasuk kajian terkait pembentukan UPTD PPA karena beberapa kali juga saya dihubungi oleh dinas tentang kebutuhan rumah aman bagi korban dan terkait kebutuhan pendampingan bagi kasus tertentu,” kata Oktavius.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Sunariyah
EditorSunariyah
Follow Us