Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Workshop FJPI dilaksanakan di kantor IDN HQ pada Kamis (20/6/2024). (IDN Times/Restu Rahmah Putri)

Intinya sih...

  • Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, mengungkapkan pemaksaan perkawinan sebagai kekerasan seksual yang banyak dilaporkan.
  • Salah satu kasus di Maluku menunjukkan seorang korban pekerja kafe diperkosa oleh majikannya yang juga kepala daerah.
  • Perlakuan tersebut bisa dikenakan pidana perkawinan paksa dan disebut sebagai obstruction of justice dalam UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

Jakarta, IDN Times - Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, mengungkapkan pemaksaan perkawinan jadi salah satu kekerasan seksual yang banyak dilaporkan ke Komnas Perempuan.

"Banyak sekarang dilaporkan ke Komnas Perempuan adalah pemaksaan perkawinan. Masih banyak juga yang melaporkan perkawinan terhadap korban perkosaan," ujar Andy dalam workshop 'Urgensi Pedoman Pemberitaan Kekerasan Seksual Bagi Jurnalis,' yang digelar Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) bekerja sama dengan Kedutaan Besar Australia, di kantor IDN Times, Jakarta, Kamis (20/Juni/2024).

1. Kepala daerah perkosa pekerja di kafe

Workshop FJPI dilaksanakan di kantor IDN HQ pada Kamis (20/6/2024). (IDN Times/Uni Lubis)

Andy mengungkapkan salah satu kasus di Maluku. Seorang korban yang merupakan pekerja kafe diperkosa oleh majikannya yang juga seorang kepala daerah.

"Jadi teman-teman di Polda Maluku konsultasi dan informasinya, dia diberikan sejumlah uang dan dilarikan ke Jakarta," katanya.

2. Perkawinan korban pemerkosaan masuk obstruction of justice

Ilustrasi kekerasan pada perempuan dan anak. (IDN Times/Nathan Manaloe)

Andy mengatakan, perlakuan tersebut bisa dikenakan pidana perkawinan paksa karena mengawinkan pelaku dan korbannya. Selain itu, dalam Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), tindakan tersebut bisa disebut Obstruction of Justice.

"Jadi situasi di mana pelaku menghindari pertanggungjawaban dengan cara menikahi korbannya, ini bisa disebut hambatan dalam keadilan," katanya.

3. Kasus berhenti karena faktor kuasa

Nia Dinata di workshop FJPI yang diadakan di kantor IDN HQ. (IDN Times/Restu Rahmah Putri)

Andy mengatakan, kasus ini berhenti di jalan sebab ada struktur kuasa yang timpang terhadap korban.

Terlebih pelaku merupakan kepala daerah sehingga kasus ditutup dan tidak dilanjutkan.

Editorial Team