Komnas Perempuan Ingin Pemilu 2024 Bebas Kekerasan Gender
Jakarta, IDN Times - Suasana tahun politik sudah terasa meski baru akan berlangsung pada 2024. Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 nanti bakal berjalan serentak, mulai dari pemilihan presiden, legislatif, dan kepala daerah.
Komnas Perempuan menyoroti keterwakilan dan partisipasi subtantif perempuan dibidang Politik yang mutlak dilaksanakan. Hal ini sebagai bagian dari mandat Undang-Undang Dasar 1995 dan aturan lainnya.
Komnas Perempuan juga mengingatkan agar partai politik maupun Bawaslu bisa memenuhi kebijakan afirmatif dan turut memastikan setiap tahapan pemilu berlangsung tanpa diskriminasi, serta kekerasan berbasis gender terhadap perempuan, hingga kelompok rentan lainnya khususnya penyandang disabilitas.
“Dengan segera dibukanya pendaftaran bakal calon legislatif, berarti partai politik sudah bisa menyetor bakal calon anggota legislatifnya ke KPU. Kami mengingatkan bahwa salah satu pendekatan hak asasi perempuan adalah keadilan substantif, yang mewajibkan tindakan afirmasi untuk perempuan sebagai bentuk koreksi akibat ketimpangan relasi gender," kata Komisioner sekaligus Wakil Ketua Komnas Perempuan, Olivia Ch Salampessy, dilansir dalam rilis resminya pada Selasa (2/5/2023).
"Kami sungguh merekomendasikan agar partai politik menempatkan bakal calon anggota legislatif di posisi yang berpeluang untuk terpilih, yakni nomor urut 1,” lanjut dia.
1. Hadirkan penyelenggaraan pemilu ramah perempuan maupun inklusi

Olivia mengingatkan, pentingnya partai politik menempatkan bakal calon anggota legislatif perempuan. Selain itu, berkenaan dengan tahapan seleksi calon anggota Bawaslu Provinsi dan Kabupaten atau Kota, tim seleksi harus memastikan proses dan hasil seleksi memenuhi keterwakilan perempuan sesuai amanat konstitusi dan Undang-Undang.
"Hal ini penting untuk menghadirkan penyelenggaraan pemilu yang ramah perempuan maupun inklusi sehingga diperlukan kepekaan dari penyelenggara pemilu terhadap kerentanan perempuan dalam pemilu serta untuk mengoptimalkan kebijakan afirmasi ini, diperlukan aturan teknis atau pedoman teknis pelaksanaan afirmasi 30 persen keterwakilan perempuan dalam setiap pentahapan seleksi pengawas Pemilu” katanya.
2. Tantangan perempuan dalam mengisi jabatan publik, kerap dilecehkan

Komisioner Siti Aminah Tardi mengungkapkan, secara hukum tak ada hambatan perempuan untuk dipilih jadi pemimpin. Namun, berdasarkan pengaduan dan pemantauan Komnas Perempuan, secara kultur masih ada penolakan, baik di tingkatan partai politik hingga komunitas masyarakat.
Tantangan lain bagi seorang perempuan adalah serangan terhadap seksualitas dan tubuh, ini bisa dilakukan oleh lawan politik atau pendukungnya.
"Misalkan pelecehan seksual verbal, termasuk melalui penggunaan media sosial atau media per pesanan. Serangan-serangan terhadap tubuh dan seksualitas perempuan digunakan untuk menjatuhkan mental dan meneguhkan bahwa politik dan ruang publik adalah ruang laki-laki," kata Siti.
"Karena itu, menjadi penting bagi penyelenggara pemilu, termasuk partai politik membangun budaya dan mendidik masyarakat untuk menciptakan pemilu yang bebas dari kekerasan,” sambungnya.
3. Partisipasi bermakna dan pemenuhan kebutuhan khusus penyandang disabilitas

Sementara, Komisioner Komnas Perempuan Rainy Hutabarat meminta penyandang disabilitas juga perlu jadi perhatian dalam pemenuhan demokrasi substantif, memastikan partisipasi bermakna dan pemenuhan kebutuhan khusus, mulai dari adanya bahasa isyarat, huruf braille maupun keterwakilannya sebagai calon legislatif.
Selain itu, perlu pengawasan berbagai pihak untuk melihat jalannya setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu.
"Penting pula untuk memastikan ketersediaan layanan pengaduan bagi perempuan korban kekerasan berbasis gender yang aksesibel. Pengawasan masyarakat sipil merupakan salah satu pilar penting untuk memastikan bahwa Pemilu, Pilkada dan Pilpres berjalan tanpa diskriminasi berbasis gender dan identitas sosial lainnya khususnya penyandang disabilitas," kata dia.
4. Sedang rumuskan instrumen pemantauan cegah diskriminasi dan kekerasan berbasis gender

Dari pengaduan dan pengalaman di Pemilu 2019, Komnas Perempuan akan memantau tiap tahapan pemilu guna memastikan pelanggaran hak-hak perempuan termasuk penyandang disabilitas tidak terjadi.
Komnas Perempuan saat ini tengah rumuskan instrumen pemantauan untuk cegah diskriminasi dan kekerasan berbasis gender dalam pemilu, agar dapat dimanfaatkan oleh Bawaslu, organisasi-organisasi masyarakat sipil pemantau maupun media massa.
Baca berita terbaru terkait Pemilu 2024, Pilpres 2024, Pilkada 2024, Pileg 2024 di Gen Z Memilih IDN Times. Jangan lupa sampaikan pertanyaanmu di kanal Tanya Jawab, ada hadiah uang tunai tiap bulan untuk 10 pemenang.