Jakarta, IDN Times - Banjir besar nyaris merendam empat kabupaten di wilayah Sulawesi Tenggara sejak (1/6) lalu. Banjir tidak hanya menerjang wilayah pemukiman warga, tetapi juga pertanian dan fasilitas publik yang berada di wilayah rendah. Namun, di antara empat area di Sulteng yang diterjang banjir, Kabupaten Konawe Utara yang paling parah.
Data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) per (9/6) lalu menyebut jumlah pengungsi sudah mencapai 4.089 jiwa. Angka ini tentu akan terus bertambah. Kepala Bidang Kedaruratan Bencana BPBD Konut Djasmuddin mengatakan warga sudah diarahkan untuk menempat lokasi yang lebih tinggi. Proses evakuasi, kata Konut dibantu oleh tim BPBD, Basarnas dan warga.
"Pengungsi sudah aman. Namun, rumah mereka ditinggalkan dalam kondisi terendam," ujar Konut pada (9/6) lalu.
Akibat tak juga surut, maka Bupati Konawe Utara, Ruksasmin menetapkan masa tanggap darurat bencana banjir mulai (2/6) hingga (16/6). Namun, akhirnya masa tanggap darurat tersebut diperpanjang hingga (30/6).
Penyebab banjir hebat di area Sultra itu pun kini tengah dicari tahu. Namun, menurut Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sultra banjir di Kabupaten Konawe dan Konawe Utara lebih banyak disebabkan oleh kerusakan lingkungan. Direktur Eksekutif Walhi Sultra, Saharuddin mengatakan Konawe dan Konawe Utara merupakan daerah dengan izin usaha pertambangan terbanyak di Sultra.
Pendapat serupa juga disampaikan oleh Wakil Ketua KPK, Laode M. Syarif. Melalui keterangan tertulis, Syarif mengatakan salah satu penyebab banjir karena massifnya aksi penambangan di sana. Diprediksi tak semua aksi penambangan itu memiliki izin.
Lalu, apa langkah KPK untuk ikut membantu mencegah banjir di Konawe semakin meluas dan tak kembali berulang?