Pakar Pemilu Titi Anggraini dalam program Real Talk with Uni Lubis, Rabu (27/3/2024). (IDN Times/Aldila Muharma)
Anggota Dewan Pembina Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, menyambut baik putusan MK. Dia mengapresiasi MK yang mengubah aturan Pilkada.
"Bravo MK!!! Dalam Putusan No.60/PUU-XXII/2024 mengubah persyaratan pengusungan paslon di Pilkada dengan menyesuaikan persentase persyaratan, seperti pada angka persentase pencalonan perseorangan di Pilkada. Hebat MK!!!" tulis Titi di akun X-nya, Selasa, 20 Agustus 2024.
Titi menegaskan, putusan ini berlaku untuk aturan Pilkada 2024. Namun, dia menyebut, putusan MK ini serupa dengan putusan MK soal usia calon di Pilpres dalam Putusan MK No.90/PUU-XXI/2023, yang memberikan 'karpet merah' pada pencalonan Gibran Rakabuming Raka pada Pilpres 2024.
"Berlaku untuk Pilkada 2024. Sebab, putusan MK ini tidak menyebut penundaan pemberlakuan Putusan pada pilkada mendatang seperti halnya Putusan Ambang Batas No.116/PUU-XXI/2023. Putusan MK soal ambang batas pencalonan pilkada ini serupa dengan Putusan MK soal usia calon di Pilpres dalam Putusan MK No.90/PUU-XXI/2023 yang memberi tiket pencalonan pada Gibran untuk maju pada Pilpres 2024 yang lalu," ujar Titi kepada IDN Times.
Titi mengatakan Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024, mengubah persyaratan pengusungan pasangan calon dan berlaku pada Pilkada 2024. Sehingga, PDIP bisa mencalonkan kandidatnya pada Pilkada DKI Jakarta 2024.
"Dengan Putusan MK No.60/PUU-XXII/2024 ini, maka di Jakarta untuk mengusung calon di Pilkada 2024, partai politik cukup memperoleh suara sebesar 7,5 persen di pemilu DPRD terakhir untuk bisa mengusung paslon di Pilkada Jakarta. Artinya, PDIP bisa mengusung sendiri calonnya di Pilkada Jakarta," ujar Titi.
Setali tiga uang, Pakar Hukum Tata Negara (HTN) Bivitri Susanti menegaskan, putusan MK bersifat final dan mengikat. Karena itu, putusan tersebut sudah sangat jelas berlaku untuk Pilkada 2024.
Artinya, kata Bivitri, putusan MK yang mengubah syarat pencalonan di Pilkada 2024 itu tidak dapat dianulir lagi, baik melalui revisi undang-undang maupun Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).
"DPR dan pemerintah melalui produk legislasinya tidak bisa menganulir putusan Mahkamah Konstitusi," kata Bivitri kepada IDN Times, saat dihubungi, Selasa, 20 Agustus 2024.
Tak hanya itu, menurut Bivitri, DPR dan pemerintah tidak boleh menginterpretasikan secara berbeda dengan apa yang telah menjadi keputusan MK. Sebab, putusan MK itu sudah sangat jelas.
Dia pun mengingatkan, UUD)1945 dan semua teori hukum tata negara di seluruh dunia telah memberikan penjelasan utuh, bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat serta langsung berlaku setelah dibacakan.
Kecuali, kalau putusan itu menyebutkan secara jelas, diberlakukan pada pemilu yang akan datang. Faktanya, kata Bvitri, putusan MK itu tidak demikian.
"Jadi kita perlu antisipasi dari sekarang bahwa ini tidak mungkin (bisa) dilakukan (dianulir melalui Perppu atau RUU), tidak boleh dilakukan," tegas dia.
Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari juga menyebut, putusan MK lebih tinggi dari undang-undang, termasuk Putusan MK Nomor 60 PUU-XXII/2024 yang membolehkan partai politik tanpa kursi di DPRD mengusung calon di Pilkada.
Feri juga menegaskan, putusan MK tidak bisa dianulir, karena putusan tersebut menerjemahkan maksud dan tujuan konstitusi.
"Putusan MK lebih tinggi dari undang-undang, sehingga pembentuk undang-undang (UU) wajib melaksanakan putusan MK," ujar Feri kepada IDN Times, Selasa, 20 Agustus 2024.