Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Times/Margith Juita Damanik

Jakarta, IDN Times - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bersama Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) hari ini meneken nota kesepahaman (MoU) terkait pengawasan tahapan pemilihan kepala daerah (Pilkada) dan pemilu 2019.

MoU tersebut ditandatangani oleh Ketua Bawaslu Abhan bersama dan Ketua KPAI Susanto pada pukul 14.00 WIB. Dalam nota kesepahaman tersebut, KPAI dan Bawaslu sepakat untuk menciptakan pemilu yang ramah anak.

Seperti diketahui, dalam suasana pemilihan umum, tidak jarang anak dieksploitasi untuk kepentingan pihak tertentu. Mulai dari turut serta turun bersama orang tua ketika paslon kampanye atau diberikan kaos bergambar atribut partai. Hal ini yang ingin diperangi Bawaslu dan KPAI.

1. Tidak ada sanksi pidana yang tegas jika terjadi pelanggaran

Default Image IDN

Pihak KPAI berharap Bawaslu dapat memberikan sanksi tegas kepada pihak yang melakukan pelanggaran dengan mengikut sertakan anak-anak dalam kampanye. Hal tersebut disampaikan oleh ketua KPAI, Susanto.

"Kami harap ada punishment kepada calon yang secara fakta benar-benar melakukan pelanggaran," kata Susanto.

Namun Ketua Bawaslu Abhan mengatakan sanksi tegas sulit diberikan kepada pasangan yang melanggar ketentuan ini. "Tidak ada sanksi berupa diskualifikasi," kata Abhan. "Bentuknya (sanksi) dengan teguran atau peringatan." 

2. Sudah ditemukan beberapa pelanggaran

Default Image IDN

Semenjak kampanye Pilkada berlangsung, KPAI sudah memantau sejumlah daerah, seperti Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan.

Berdasarkan hasil pantauan tersebut mereka menemukan beberapa pelanggaran penyalahgunaan anak dalam kampanye politik. Hasil temuan KPAI tersebut sebagian sudah diproses Bawaslu.

3. Anak bukan materi kampanye

Default Image IDN

Ketua KPAI Susanto berharap anak-anak tidak dimanfaatkan untuk kepentingan politik, terutama dalam proses kampanye. Selain itu, Susanto juga menyayangkan kurangnya perlindungan terhadap paparan politik. 

"Norma hukum di undang-undang pemilu dan undang-undang perlindungan anak kami anggap sebagai bagian defisit perlindungan anak, dalam konteks ini untuk kepentingan politik," katanya.

 

Editorial Team