Jakarta, IDN Times - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak memiliki pilihan lain selain menghormati putusan yang telah dibuat oleh Mahkamah Agung yang membolehkan calon anggota legislatif pernah dipenjara karena kasus korupsi di masa lalu. Artinya, Peraturan KPU nomor 20 tahun 2018 mengenai pencalonan anggota DPR, DPRD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota dianggap tidak sah.
Padahal, lembaga anti rasuah sempat berharap agar MA mendukung PKPU tersebut. Dengan begitu, parlemen Indonesia ke depannya bisa lebih bersih. Harapan itu tidak berlebihan mengingatnya banyak kasus korupsi yang pernah ditangani oleh KPK merupakan anggota DPR dan DPRD.
"Untuk kasus yang melibatkan anggota DPRD saja ada 146 dan mereka telah diproses. Bahkan, kemungkinan masih akan terus bertambah sepanjang ada bukti yang cukup," ujar juru bicara KPK, Febri Diansyah di gedung KPK pada Jumat malam (14/9).
Proses pemilu anggota legislatif tahun 2019, menurut Febri, merupakan awal mula adanya perbaikan yang signifikan di tingkat parlemen. Sayang, hal tersebut belum bisa terealisasi.
Apa alasan Mahkamah Agung menolak Peraturan KPU mengenai pencalegan? Apa langkah Komisi Pemilihan Umum (KPU) setelah ini?