Jakarta, IDN Times - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan 17 poin permasalahan dalam Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang sedang dibahas DPR dan pemerintah. KPK masih terus mendalami RUU KUHAP ini.
"Dalam perkembangan diskusi di internal KPK setidaknya ada 17 poin yang menjadi catatan dan ini masih terus kami diskusikan," ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, dikutip pada Kamis (17/7/2025).
KPK Ungkap 17 Poin Permasalahan RUU KUHAP yang Bisa Ganggu Kinerja

Intinya sih...
RUU KUHAP mengesampingkan sifat kekhususan dalam penanganan kasus tindak pidana korupsi
KPK hanya dapat diselesaikan berdasarkan KUHAP, tidak mengakomodir keberadaan penyelidik KPK, dan keterangan saksi yang diakui sebagai alat bukti hanya yang diperoleh di tahap tertentu
Penetapan tersangka, penghentian penyidikan, penggeledahan terhadap tersangka, penyitaan dengan permohonan izin Ketua Pengadilan Negeri, dan larangan bepergian ke luar negeri hanya terhadap tersangka
1. Masalah pertama sampai kelima
Masalah pertama adalah RUU KUHAP mengesampingkan sifat kekhususan (lex specialist) dalam penanganan kasus tindak pidana korupsi. Padahal, tindak pidana korupsi adalah kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang membutuhkan upaya hukum khusus.
Kedua, keberlanjutan penanganan perkara KPK hanya dapat diselesaikan berdasarkan KUHAP. Padahal, KPK selama ini berpedoman pada KUHAP, UU KPK, dan UU Tipikor.
Ketiga, keberadaan penyelidik KPK tidak diakomodasi dalam RUU KUHAP, penyelidik hanya berasal dari Polri dan penyelidik diawasi oleh Penyidik Polri.
Keempat, penyelidikan hanya mencari dan menemukan peristiwa tindak pidana. Padahal, penyelidikan KPK sudah menemukan sekurang-kurangnya dua alat bukti.
Kelima, keterangan saksi yang diakui sebagai alat bukti hanya yang diperoleh di tahap penyidikan, penuntutan, dan/atau pemeriksaan di sidang pengadilan.
2. Masalah keenam sampai kesepuluh
Keenam, penetapan tersangka ditentukan setelah Penyidik mengumpulkan dan memperoleh dua alat bukti. Sedangkan KPK telah memperoleh dua alat bukti sejak penyelidikan.
Ketujuh, penghentian penyidikan wajib melibatkan Penyidik Polri. Padahal KPK berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70/PUU-XVII/2019 bisa secara independen menghentikan penyidikan dengan memberitahukan kepada Dewan Pengawas KPK.
Kedelapan, KPK juga menyoroti penyerahan berkas perkara ke Penuntut Umum melalui Penyidik Polri. Sementara poin sembilan, terkait penggeledahan terhadap tesrangka dan didampingi penyidik Polri dari dearah hukum tempat penggeledahan. Lalu, poin kesepuluh adalah penyitaan dengan permohonan izin Ketua Pengadilan Negeri.
3. Masalah ke-11 sampai ke-17
Poin kesebelas yang disoroti KPK adalah penyadapan hanya dapat dilakukan pada tahap penyidikan dan harus mendapat izin ketua pengadilan negeri. Sedangkan poin kedua belas terkait larangan bepergian ke luar negeri hanya terhadap tersangka, sedangkan KPK selama ini bisa mencegah saksi ke luar negeri.
Poin ketiga belas yang disoroti KPK adalah pokok perkara tindak pidana korupsi tidak dapat disidangkan selama proses praperadilan. Lalu, poin keempat belas yang menyebut kewenangan KPK dalam perkara koneksitas tidak diakomodasi. Sementara poin kelima belas terkait perlindungan terhadap saksi/pelapor hanya oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Budi menambahkan, poin keenam belas yang disoroti terkait penuntutan di luar daerah hukum dengan pengangkatan sementara Jaksa Agung. Terakhir, terkait penuntut umum terdiri atas pejabat kejaksaan dan suatu lembaga yang diberi kewenangan berdasarkan UU.