Jakarta, IDN Times - Rapat dengar pendapat (RDP) antara Komisi II DPR dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Bawaslu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) berlangsung cukup alot pada Selasa (31/10/2023) malam.
Komisioner KPU dihujani dengan pertanyaan bertubi-tubi dari anggota Komisi II DPR yang heran karena KPU tetap menerima pendaftaran pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka tanpa ada konsultasi dengan parlemen pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Mayoritas anggota Komisi II DPR tidak mempermasalahkan putusan MK yang bersifat final dan mengikat. Namun, menurut mereka, masih ditemukan sejumlah kejanggalan dalam putusan MK nomor 090 itu.
Mengutip situs resmi MK, Ketua Anwar Usman mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan oleh mahasiswa Universitas Surakarta, Almas Tsaqibbirru.
Putusan itu berisi, 'berusia paling rendah 40 tahun atau pernah atau sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.' Salah satu yang mempertanyakan isi putusan MK adalah Mardani Ali Sera dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Ia bertanya kepada komisioner KPU, apakah ada inisiatif dari pihak penyelenggara pemilu itu untuk mengirimkan surat kepada Komisi II DPR agar segera menggelar rapat darurat dan mendesak dengan agenda utama membahas putusan MK.
"Karena pimpinan DPR dapat memberikan izin rapat di masa reses untuk kasus-kasus yang dianggap memang urgent, mendesak, dan darurat. Dalam pandangan saya, keputusan MK ini urgent, mendesak, darurat untuk segera diputuskan," ujar Mardani di Ruang Rapat Komisi II DPR.
Ia mencatat, masih ada jeda bagi KPU untuk meminta digelarnya rapat darurat dengan Komisi II DPR. Sebab, putusan MK dibacakan pada 16 Oktober 2023, sedangkan, pendaftaran dimulai pada 19 Oktober 2023.
"Jadi, saya mau cek apakah ada pembuatan surat di tanggal-tanggal tersebut. Karena kami di masa reses kemarin di Badan Legislasi membahas revisi UU Pilkada yang itu baru digelar November 2024," tutur dia.