Ilustrasi Gedung DPR RI (IDN Times/Kevin Handoko)
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Haykal menyebut, akar permasalahannya karena kebijakan KPU memberikan opsi kepada para calon anggota legislatif untuk membuka atau menutup informasi seperti rekam jejak dan riwayat pendidikan.
"Bagaimana kemudian KPU bisa memberikan pilihan kepada calon anggota legislatif untuk dapat membuka atau dapat menutup informasi-informasi yang berkaitan dengan dirinya. Termasuk di dalamnya rekam jejak, CV, riwayat pendidikan dan sebagainya," kata dia dalam jumpa pers yang diselenggarakan daring melalui kanal YouTube Perludem, dikutip Senin (22/9/2025).
Padahal seharusnya, ketika pemilu dimaknai sebagai sebuah proses pengisian jabatan publik, seharusnya memberikan keterbukaan kepada masyarakat. Publik bisa mengakses dan mengetahui riwayat calon anggota DPR yang akan dipilih.
"Bagaimana kemudian masyarakat diberikan kesempatan untuk menilai, untuk mengetahui, dan untuk memilih dari pertimbangan-pertimbangan tersebut. Namun yang dipilih oleh KPU adalah untuk menutup atau setidaknya memberikan pilihan untuk menutup informasi-informasi tersebut," ucap Haykal.
Seharusnya, KPU tidak memberikan ruang kepada para kandidat untuk memilih merahasiakan riwayat hidupnya. Haykal menekankan, membuka informasi publik adalah suatu kepastian yang harus dilakukan.
Haykal menegaskan, permasalahan KPU yang terjadi saat ini sebagian besarnya disebabkan pengambilan kebijakan dan keputusan, yang tidak mempertimbangkan prinsip penyelenggaran pemilu dan kepentingan rakyat yang jauh lebih luas.
Adapun riwayat pendidikan anggota DPR yang dirahasiakan itu dimuat dalam laporan Badan Pusat Statistik (BPS) yang merilis data Statistik Politik 2024.
Laporan itu salah satunya turut membahas mengenai kelompok umur dan latar belakang pendidikan anggota DPR RI terpilih. Dari total 580 anggota DPR RI, sebanyak 211 orang di antaranya tidak menyebutkan latar belakang pendidikan saat melakukan pendaftaran di KPU. Artinya terdapat 36,38 persen legislator yang tak mengungkap riwayat pendidikannya.
Sementara anggota DPR yang mengungkap pendidikan terakhirnya setingkat SMA terdapat 63 orang legislator (10,85 persen), S1 atau sarjana 155 legislator (26,72 persen), S2 terdapat 119 legislator (20,52 persen), dan S3 sebanyak 29 orang (5 persen). Kemudian berstatus "dan lain-lain" sebanyak tiga orang (0,52 persen).