Jakarta, IDN Times - Isu adanya dugaan perbudakan yang menimpa ABK asal Indonesia di atas kapal Tiongkok membuat Menteri Luar Negeri Retno Marsudi angkat bicara. Menlu perempuan pertama di Indonesia itu mengaku sudah mendengar penjelasan dari Duta Besar Tiongkok untuk RI, Xiao Qian ketika dihubungi pada Kamis (7/5).
Ketika berkomunikasi dengan Dubes Xiao, Pemerintah Indonesia menyampaikan tiga hal. Pertama, Pemerintah Indonesia meminta klarifikasi dan informasi valid menganai apakah penguburan di laut itu sudah sesuai dengan standar Badan PBB untuk isu buruh (ILO). Kedua, Pemerintah RI menyampaikan rasa prihatinnya atas kondisi kehidupan di kapal yang tidak sesuai dan dicurigai telah menyebabkan kematian bagi 4 ABK Indonesia.
"Ketiga, kami juga meminta dukungan ke Pemerintah Tiongkok untuk membantu agar pihak perusahaan memenuhi tanggung jawab atas hak awal kapal, termasuk gaji yang belum dibayarkan dan kondisi kerja yang aman," tutur Menlu Retno ketika menggelar diskusi virtual pada Kamis kemarin.
Menurut Retno, tiga permintaan dari Pemerintah Indonesia itu dijanjikan oleh Dubes Xiao akan disampaikan ke Beijing. Hal itu termasuk janji bahwa Pemerintah Tiongkok akan memastikan bahwa Dalian Ocean Fishing Co. Ltd menerima konsekuensi hukum bila terbukti melakukan pelanggaran.
Mantan Dubes RI untuk Kerajaan Belanda itu mengakui memang ada empat ABK asal Indonesia yang meninggal ketika bekerja di atas kapal Long Xing 629. Tiga jenazah ABK kemudian dilarung ke laut alih-alih dibawa ke darat untuk dikremasi.
Berdasarkan keterangan dari pihak kapten kapal Long Xing 629 yang diperoleh Kemlu, sebelum jenazah dilarung, mereka sudah menghubungi keluarga.
"Pihak kapten kapal mengaku telah memberi tahu keluarga dan telah mendapat persetujuan untuk dilarung ke laut tertanggal 30 Maret 2020. Pihak keluarga juga sepakat menerima santunan dari kapal Tian Yu 8," tutur Retno kemarin.
Namun, bagaimana sesungguhnya kronologi ABK Indonesia yang sakit lalu meninggal dan jenazahnya harus dilarung ke laut?