KSAL Nilai Kesepakatan RI-China soal LCS untuk Turunkan Ketegangan

Jakarta, IDN Times - Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL), Laksamana Muhammad Ali menilai kesepakatan antara Presiden Prabowo Subianto dengan Presiden China, Xi Jinping, soal tumpang tindih klaim di Laut China Selatan, bertujuan untuk mencegah ketegangan di kawasan.
Ali mengatakan meski membuka kerja sama dengan China di area yang terjadi tumpang tindih, namun Indonesia tetap memegang teguh konvensi PBB yang tertuang dalam UNCLOS 1982.
"Kami tetap berpegang teguh pada UNCLOS 82. Tetapi kami membuka pola kerja sama. Jadi biar tidak ada pertikaian. Kita menjaga stabilitas keamanan dan perdamaian di kawasan," ujar Ali ketika dikonfirmasi, Kamis (14/11/2024).
Kesepakatan Prabowo dengan Xi itu dituangkan dalam pernyataan bersama yang kemudian memicu kontroversi di Tanah Air. Banyak pihak menduga sikap Indonesia sudah berubah dan bersedia mengakui klaim sepihak China di Laut China Selatan atau nine-dash-lines.
Ia menilai Prabowo mencoba mencari jalan keluar dari pertikaian klaim tumpang tindih. Namun, dengan tetap menjunjung tinggi hukum laut di dalam UNCLOS. Di sisi lain yang menjadi masalah, China tidak bersedia mengakui UNCLOS 1982.
“Kalau itu bisa menguntungkan semua pihak. Itu lebih baik dan itu saya rasa menjadi jalan keluar dari pertikaian selama ini. Kami akan menurunkan tensi, ketegangan di Laut China Selatan," katanya.
1. KSAL sebut Indonesia tetap bukan pihak yang punya klaim tumpang tindih

Lebih lanjut, Ali mengingatkan, Indonesia bukan negara yang bersengketa (non-claimant state) untuk klaim wilayah di Laut China Selatan.
"Jadi kita tidak beririsan (jika dilihat dari) teritorial. Perairan teritorial tidak ada yang beririsan dengan nine-dash-line atau ten-dash-line," ujar dia.
Nine-dash-line dan ten-dash-line merujuk pada klaim sepihak China terhadap Laut China Selatan yang tidak mengacu kepada UNCLOS. Mereka mengacu kepada klaim tradisional-historis China.
Klaim sepihak China itu memang tidak mencakup perairan teritorial Indonesia, tetapi klaim tersebut tumpang tindih dengan Laut Natuna Utara, yang merupakan zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia. Laut Natuna Utara berada di sisi selatan Laut China Selatan.
“Yang sebenarnya menghangat memang ada di Laut China Selatan sebelah utara, kalau di sebelah selatan tidak terlalu," tutur dia.
2. Kemenlu tegaskan kerja sama maritim RI-China bukan berarti pengakuan nine-dash-line

Sementara, Kementerian Luar Negeri menegaskan, kerja sama maritim yang disepakati Pemerintah Indonesia dan China bukan berarti mengakui nine dash lines atau sembilan garis putus-putus klaim sepihak Negeri Tirai Bambu di kawasan Laut China Selatan.
Klaim tersebut melanggar hukum internasional United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982 tentang batas wilayah laut yang telah disepakati bersama. "Kerja sama ini tidak dapat dimaknai sebagai pengakuan atas klaim '9-Dash-Lines'. Indonesia menegaskan kembali posisinya selama ini bahwa klaim tersebut tidak memiliki basis hukum internasional dan tidak sesuai dengan UNCLOS 1982," tulis Kemlu RI dalam keterangannya pada 11 November 2024.
"Dengan demikian, kerja sama tersebut tidak berdampak pada kedaulatan, hak berdaulat, maupun yurisdiksi Indonesia di Laut Natuna Utara," kata mereka.
3. Kontrak Indonesia di kawasan Laut Natuna Utara akan tetap berlaku

Lebih lanjut, Kemlu mengatakan kerja sama maritim yang dilakukan Indonesia-China sebagai bentuk semangat Declaration of the Conduct of the Parties in the South China Sea, yang telah disepakati negara-negara ASEAN dan China pada 2022. Selain itu sebagai upaya untuk menciptakan perdamaian di kawasan Laut China Selatan.
Indonesia dan China sepakat membentuk kerja sama maritim yang diharapkan menjadi satu model memelihara perdamayan dan persahabatan di kawasan.
"Kerja sama ini diharapkan akan mencakup berbagai aspek kerja sama ekonomi, khususnya di bidang perikanan dan konservasi perikanan di Kawasan dengan berdasarkan kepada prinsip-prinsip saling menghormati dan kesetaraan," tulis Kemenlu RI.
Kemlu juga menambahkan semua kewajiban internasional dan kontrak-kontrak lainnya yang dibuat Indonesia, yang berkaitan dengan kawasan tersebut tidak akan terpengaruh dan terus berlaku tanpa perubahan.
"Indonesia juga meyakini bahwa kerja sama tersebut akan mendorong penyelesaian Code of Conduct in the South China Sea yang dapat menciptakan stabilitas di kawasan," sebut Kemlu.