Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, Donny Gahral Adian (IDN Times/Margith Juita Damanik
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, Donny Gahral Adian (IDN Times/Margith Juita Damanik

Jakarta, IDN Times - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Donny Gahral Adian mengatakan bahwa tidak ada salahnya jika memang pemerintah menggunakan influencer untuk menyosialisasikan program-program. Selama apa yang disampaikan oleh para influencer itu adalah kebenaran, maka tidak ada masalah.

"Saya tidak melihat salahnya di mana. Kecuali influencer digunakan untuk menyampaikan kebohongan. Kalau untuk menyampaikan kebenaran, why not?" ucap Donny saat dihubungi IDN Times, Jumat (21/8/2020).

1. Pemerintah gunakan influencer agar program bisa sampai ke desa hingga pelosok

Presiden Joko Widodo (kiri) didampingi Wapres Ma'ruf Amin (kanan) memperkenalkan jajaran menteri Kabinet Indonesia Maju di tangga beranda Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (23/10). ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Menyoal Jokowi disebut tak percaya diri dengan programnya sehingga harus menggunakan influencer, Donny pun membantahnya. Dia menyebut bahwa penggunaan influencer agar program-program pemerintah bisa sampai ke telinga masyarakat-masyarakat kecil, terutama di desa dan pelosok.

"Karena namanya program harus dipahami sampai ke pelosok, sampai ke desa-desa, ke daerah-daerah yang tidak terjangkau oleh media. Nah influencer itu kan kita tahu menggunakan sosial media. Sosial media kan banyak yang menggunakan. Jadi saya kira bukan tidak percaya diri, tapi karena jangkauannya lebih luas," kata Donny.

2. Influencer digunakan agar masyarakat paham kebijakan-kebijakan pemerintah

Twitter/@KSPgoid

Selain itu, dengan menggunakan influencer, masyarakat yang masih bingung dengan program-program pemerintah juga akan mudah memahami. Donny pun memberikan contoh seperti program bantuan sosial.

"Misalnya, bansos, orang kan tidak tahu bagaimana melakukan bansos, daftar ke mana, prosedurnya seperti apa. Nah itu penting kan untuk disosialisasikan," tutur Donny.

"Bukan (Pak Jokowi) tidak percaya dengan kebijakannya. Kebijakannya sih fine saja, tapi supaya orang semua paham bahwa kebijakan ini suatu yang baik dan bermanfaat," kata dia menambahkan.

3. Donny sebut anggaran Rp90,45 miliar untuk bidang kehumasan, bukan hanya influencer

Presiden Jokowi dalam Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPD dan DPR RI pada Jumat (14/8/2020) (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)

Terkait penemuan Indonesia Corruption Watch (ICW) yang menyebut pemerintah menggelontorkan Rp 90,45 miliar untuk jasa influencer, Donny menyampaikan bahwa anggaran Rp90,45 miliar digelontorkan untuk anggaran kehumasan, di mana tidak semuanya diberikan kepada influencer.

"Jadi Rp90 miliar itu kan anggaran kehumasan. Kehumasan itu banyak slotnya atau alokasinya. Misalnya untuk iklan layanan masyarakat, untuk memasang iklan di media cetak, audio visual, sosialisasi, bikin buku atau apa. Itu kan gak semua influencer," jelas Donny.

Meski begitu, Donny mengatakan bahwa anggaran Rp90,45 miliar itu harus dilihat lebih detail lagi. Ia menyampaikan tak mungkin anggaran sebesar itu diberikan semua kepada influencer.

"Gak mungkin Rp90 miliar semua diberikan kepada influence. Influencer itu berapa. Jadi influencer kalau memang, tidak ada masalah. Karena kan memang yang dipilih juga orang-orang kompeten, yang punya kemampuan, menguasai substansi," ujar Donny.

4. ICW sebut total anggaran Rp90,45 miliar disiapkan pemerintah untuk influencer

Rapat Terbatas Presiden Joko Widodo dengan Menteri Kabinet Indonesia Maju (IDN Times/Fitang Budhi Adhitia)

Sebelumnya, Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Egi Primayogha menyebut bahwa pemerintah telah mengalokasikan anggaran tersendiri bagi para influencer. Total anggaran belanja pemerintah pusat terkait aktivitas digital sejak tahun 2014-2020 disebutnya mencapai Rp1,29 triliun. Sementara, untuk aktivitas digital yang melibatkan jasa influencer sendiri mencapai Rp90,45 miliar.

"Jumlah anggaran belanja untuk influencer mencapai Rp90,45 miliar," kata Egi dalam keteranganya, Kamis (20/8/2020).

Pelibatan influencer tersebut dinilai untuk mempromosikan program-program pemerintah. Anggaran belanja untuk influencer dikatakan Egi semakin marak sejak tahun 2017. Padahal, informasi yang disampaikan oleh para influencer dinilai tidak selalu valid atau tidak jarang justru menyebarkan misinformasi.

"Contoh penggunaan influencer oleh pemerintah misalnya sosialisasi penanganan COVID-19. Artis-artis diundang ke istana dan setelahnya mereka ikut menyosialisasikan kebijakan pemerintah terkait COVID-19," ucapnya.

Editorial Team