Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
KUHAP Rampung, Anggota DPR: RUU Perampasan Aset Agenda Prioritas
Anggota Komisi III DPR RI, Soedeson Tandra mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) RI segera mengeksekusi penahanan terhadap Ketua Umum Solidaritas Merah Putih (Solmet) Silfester Matutina. (IDN Times/Amir Faisol)

Intinya sih...

  • RUU Perampasan Aset menjadi agenda prioritas Komisi III DPR

  • Komisi III fokus rampungkan RUU Penyesuaian Pidana sesuai KUHP baru

  • DPR akan perbarui draf RUU Perampasan Aset era Jokowi untuk menghindari pertentangan dengan undang-undang lain

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Anggota Komisi III DPR RI, Soedeson Tandra berbicara kelanjutan pembahasan RUU Perampasan Aset setelah RKUHAP lolos menjadi UU dalam rapat paripurna, pada Selasa (18/11/2025). Ia menyampaikan, RUU ini menjadi perintah presiden.

Tandra mengatakan, Komisi III masih menunggu perintah pimpinan DPR untuk menindaklanjuti pembahasan RUU Perampasan Aset, yang telah dijanjikan akan dibahas seusai KUHAP baru.

"Pimpinan DPR sudah berjanji kan, kita menunggu KUHAP. Nah, sekarang KUHAP ini sudah ada. Kami di Komisi III itu menunggu. Kalau diberi ya kami kerja," kata Tandra di Gedung DPR RI, Kamis (20/11/2025).

1. RUU Perampasan Aset masuk agenda prioritas

Anggota Komisi III DPR RI, Soedeson Tandra mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) RI segera mengeksekusi penahanan terhadap Ketua Umum Solidaritas Merah Putih (Solmet) Silfester Matutina. (IDN Times/Amir Faisol)

Tandra menekankan, Komisi III saat ini masih menunggu perintah untuk menindaklanjuti RUU Perampasan Aset. Ia pun menyadari, RUU ini telah menjadi harapan besar masyarakat.

Ia menegaskan, RUU Perampasan Aset menjadi agenda prioritas Komisi III DPR. RUU Perampasan Aset masih menggantung di parlemen, padahal sudah masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) prioritas.

"Itu sudah merupakan perintah presiden dan Ketua DPR, sehingga itu menjadi prioritas kita. Yang paling penting itu, karena itu sudah menjadi tuntutan masyarakat," kata Legislator Partai Golkar tersebut.

2. Komisi III masih fokus rampungkan RUU Penyesuaian Pidana

Komisi III DPR RI menyatakan siap membahas RUU Perampasan Aset bisa ditugaskan oleh pimpinan DPR. (IDN Times/Amir Faisol)

Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman mengatakan, pihaknya masih fokus untuk membahas RUU tentang penyesuaian pidana. Hal ini menindaklanjuti KUHP baru yang mulai berlaku pada 2 Januari 2026.

RUU Penyesuaian Pidana mulai dibahas pekan depan, dan ditargetkan rampung pada masa sidang ini sebelum DPR kembali memasuki masa reses pada awal Desember 2025.

"Lalu yang saat ini, minggu depan kami akan membahas Undang-Undang Penyesuaian Pidana. Undang-undang Penyesuaian Pidana yang merupakan turunan apa namanya, tindaklanjut dari KUHP, jadi sebelum pemberlakuan KUHP itu harus ada Undang-undang Penyesuaian Pidana," tutur dia.

3. DPR akan perbarui draf RUU Perampasan Aset era Jokowi

Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad jenguk korban ledakan SMA 72 Jakarta (IDN Times/Tino Satrio)

Sementara itu, Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad memastikan draf lama RUU Perampasan Aset di era Presiden ke-7 RI Joko "Jokowi" Widodo akan diperbaharui kembali.

Ia mengatakan, draf RUU Perampasan Aset kini tengah digodok Badan Keahlian DPR. Dasco mengungkapkan, pembaharuan ini dilakukan agar revisi tak bertentangan dengan sejumlah undang-undang yang juga mengatur perampasan aset pelaku tindak pidana korupsi.

"Jadi begini, kan draft yang ada itu kan harus update. Kita sudah ada Undang-Undang Perampasan Aset, TPPU, KUHP, Tipikor, dan terakhir KUHAP. Undang-undang tentang bagaimana merampas aset koruptor itu kan juga sebagian sudah diatur di situ. Nah, sehingga itu gak boleh bertabrakan satu sama lain," ujar Dasco di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (25/9).

Badan Keahlian DPR RI tengah melakukan sinkronisasi draf RUU Perampasan Aset agar dalam implementasinya berjalan efektif. Sebab, kata dia, UU ini akan rentan apaila bertentangan dengan peraturan perundang-undangan lain.

"Kalau nanti ada bertabrakan satu sama lain justru nanti rentan. Untuk menjadi celah pada saat menjalani proses hukum. Itu kan sedang dikompilasi supaya enggak bertabrakan satu sama lain. Itu supaya bisa efektif jalan. Tujuannya sih supaya jalan, bukan tujuannya enggak jalan," tutur Ketua Harian Partai Gerindra itu.

Editorial Team