Anggota DPRD DKI: Masyarakat Jadi Kambing Hitam Revisi Perda COVID-19

Pemberian efek jera saat masyarakat susah dinilai tak tepat

Jakarta, IDN Times - Anggota Bapemperda DPRD dari Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) DKI Jakarta Anthony Winza menanggapi wacana revisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penanggulangan COVID-19 yang dicanangkan oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Anies ingin agar pelanggar protokol kesehatan pada masa pandemik COVID-19 dapat dipidana. Anthony berpendapat bahwa hal tersebut sekilas tak ada yang salah, namun hal itu akan berbeda di tengah pandemik.

"Namun kami perlu menjelaskan bahwa pemberian efek jera mungkin saja
efektif dan adil jika diterapkan dalam kondisi yang normal dan tidak ada pandemi, dimana masyarakat memiliki kesempatan untuk mendapatkan pencaharian tanpa adanya pembatasan-pembatasan kesehatan seperti sekarang ini," ujarnya dalam keterangan resmi, Kamis (22/7/2021).

1. Sanksi pidana untuk efek jera tak tepat di kondisi saat ini

Anggota DPRD DKI: Masyarakat Jadi Kambing Hitam Revisi Perda COVID-19Ilustrasi (ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha)

Menurut dia teror sanksi dengan pendekatan efek jera dari perangkat pidana Pemprov DKI tidak tepat karena saat ini masyarakat sedang dalam kesulitan di tengah pembatasan kegiatan. Sedangkan, Satpol PP dan oknum lainnya juga belum secara penuh menunjukkan kedisiplinan dan penegakkan Perda COVID-19 tersebut.

"Penerapan pidana untuk memberikan efek jera di tengah pandemi seakan menjadikan masyarakat sebagai “kambing hitam” tanpa berusaha bercermin dan merefleksikan kegagalan-kegagalan dari Pemprov dalam menjalankan Perda Covid yang telah dibuat di tahun 2020," ujar Anthony.

Baca Juga: LaporCovid-19: 2.313 Pasien Isoman di Luar RS Meninggal, Terbanyak DKI

2. DKI disebut tak berkaca soal kegagalan mengantisipasi masalah sebelumnya

Anggota DPRD DKI: Masyarakat Jadi Kambing Hitam Revisi Perda COVID-19Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan jadi inspektur Apel Patroli Skala Besar Gabungan pada Minggu (13/6/2021) malam (dok. Humas Pemprov DKI Jakarta)

Anthony juga mengatakan wacana ini tak mencerminkan kegagalan dalam mengantisipasi masalah yang seharusnya bisa diantisipasi Pemprov DKI, seperti  peningkatan kapasitas ICU, pengadaan oxygen generator, pengadaan krematorium, serta masih ditemukannya tindakan indispliner dari dinas-dinas maupun Satpol PP.

"Oleh karena hal tersebut di atas, Fraksi PSI meyakini bahwa perlu pendekatan yang berbeda dalam menangani pandemi ini, terutama untuk mempercepat vaksinasi dalam mencapai herd immunity," kata dia.

3. Pendekatan bisa dengan memberikan penghargaan seperti insentif bagi yang mau vaksin

Anggota DPRD DKI: Masyarakat Jadi Kambing Hitam Revisi Perda COVID-19Vaksinator menyuntikkan vaksin COVID-19 dosis pertama pada seorang seniman saat vaksinasi massal bagi seniman dan budayawan, di Galeri Nasional, Jakarta, Senin (19/4/2021). (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)

Pendekatan untuk mengubah perilaku masyarakat tak bisa hanya dilakukan dengan memberikan efek jera tapi harus win-win solution, apalagi di saat kondisi berat bagi masyarakat. Salah satunya dengan memberikan insentif atau penghargaan bagi masyarat yang mau divaksin atau pemotongan pajak bagi perusahaan yang karyawannya mau di vaksinasi.

Hal ini dinilai lebih efektif dan empatis dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menanggulangi pandemik dibandingkan dengan menyebarkan efek jera pidana.

"Pemberian sanksi pidana pun tidak boleh hanya terfokus untuk menghukum masyarakat saja, namun perlu juga pengaturan khusus dalam Perda Covid ini terkait sanksi-sanksi pidana maupun administratif (pemecatan) bagi PPNS termasuk Satpol PP yang terbukti melakukan pelanggaran serta tindakan-tindakan indisipliner," ujar Anthony.

4. Revisi Perda dilakukan karena selama ini tak beri efek jera

Anggota DPRD DKI: Masyarakat Jadi Kambing Hitam Revisi Perda COVID-19Ilustrasi Rusun Nagrek yang berada di Cilincing Jakarta Utara (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

Diberitakan sebelumnya, di rapat Paripurna DPRD DKI Jakarta, Anies yang diwakili Wakil Gubernur Ahmad Riza Patria mengatakan usulan revisi Perda tersebut untuk menimbulkan efek jera bagi pelanggar. Karena, hukuman yang ada selama ini dinilai belum memberikan efek jera.

Sanksi pidana pelanggaran protokol kesehatan berlaku jika pelanggaran terjadi berulang kali. Tujuannya agar tak ada ketakutan atau kepanikan di tengah masyarakat begitu tahu pelanggar protokol kesehatan bisa dipidana. Menurut Anies revisi perlu dilakukan karena kasus COVID-19 di Jakarta masih melonjak tajam.

5. Rancangan usulan revisi Perda COVID-19

Anggota DPRD DKI: Masyarakat Jadi Kambing Hitam Revisi Perda COVID-19Satpol PP memberi sanksi terhadap pelanggar PSBB di Jakarta (Instagram.com/satpolpp.dki)

Berikut adalah bunyi usulan revisi Perda COVID-19 DKI Jakarta soal sanksi bagi pelanggar prokes:

Pasal 32A 


(1) Setiap orang yang mengulangi perbuatan tidak menggunakan masker setelah dikenakan sanksi berupa kerja sosial atau denda administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), dipidana dengan kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah). 

(2) Pelaku usaha, pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab perkantoran/tempat kerja, tempat usaha, tempat industri, perhotelan/penginapan lain yang sejenis dan tempat wisata yang mengulangi perbuatan pelanggaran protokol pencegahan COVID-19 setelah dikenakan sanksi berupa pencabutan izin sebagaiamana dimaksud dalam Pasal 14 Ayat (4) huruf f, dipidana dengan kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). 

(3) Pelaku usaha, pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab transportasi umum, termasuk perusahaan aplikasi transportasi daring yang mengulangi perbuatan pelanggaran protokol pencegahan COVID- 19 setelah dikenakan sanksi berupa pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 Ayat (5) huruf c, dipidana dengan kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). 

(4) Pelaku usaha, pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab warung makan, rumah makan, kafe, atau restoran yang mengulangi perbuatan pelanggaran protokol pencegahan COVID-19 setelah dikenakan sanksi berupa pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 Ayat (3) huruf f, dipidana dengan kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). 

Baca Juga: Revisi Perda COVID, Anies Ingin Pelanggar Protokol Kesehatan Dipenjara

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya