Buruh Migran Perempuan: Belum Ada Kebijakan dan Perlindungan Hukum Memadai

Modus baru perdagangan orang berupa online scamming

Jakarta, IDN Times - Momentum Hari Buruh sedunia akan kembali diperingati pada 1 Mei 2024. Hari buruh atau yang sering kita kenal dengan May Day diperingati kelompok perempuan sebagai upaya mendorong pemenuhan hak dan mendengarkan suara pekerja perempuan.

Salah satu hal yang jadi sorotan adalah kondisi pekerja migran perempuan yang disebut tak baik-baik saja. 

“Kondisi ketenagakerjaan Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Dalam fokus migrant care sendiri sebagai organisasi, kami menemukan bahwa kondisi pekerja migran kita, utamanya perempuan, masih jauh dari rekondisi negara. Sumbangan pada perekonomian hanya diutarakan dalam angka-angka tanpa adanya jaminan sosial, hukum, maupun kebijakan yang memadai,” kata perwakilan Migrant Care, Trisna, dalam konferensi daring “Memperingati Hari Buruh Sedunia”, Senin (29/4/2024).

Migrant CARE, kata dia, juga menemukan kondisi bahwa belum ada satu peta jalan, tata kelola, penempatan, seperti yang diamanatkan UU No. 18 Tahun 2017 Tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia tidak melindungi pekerjaan Indonesia. 

1. Modus baru perdagangan orang berupa online scamming

Buruh Migran Perempuan: Belum Ada Kebijakan dan Perlindungan Hukum MemadaiKonferensi daring “Memperingati Hari Buruh Sedunia”, Senin (29/4/2024) (IDN Times/Lia Hutasoit)

Meski tidak secara detail menyebutkan angka, Migrant CARE kata dia mengungkap temuan selama 2022 sampai 2023 terdapat ratusan orang muda di bawah 30 tahun yang terjebak dalam modus baru perdagangan orang, berupa online scamming, maupun judi online.

“Parahnya, akhir-akhir ini, universitas menjadi penyalur ketenagakerjaan yang bahkan secara tidak langsung mengamini pemagangan sebagai modern slavery yang justru dilegalkan sendiri oleh institusi pendidikan,” katanya.

Baca Juga: Serikat Pekerja: Hari Buruh Momen Pekerja Dapatkan Penghormatan HAM

2. RUU PPRT yang disandera oleh DPR

Buruh Migran Perempuan: Belum Ada Kebijakan dan Perlindungan Hukum MemadaiPuluhan pekerja rumah tangga (PRT) menggelar aksi pasang jemuran dan mogok makan di depan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (23/8/2023). (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Sementara dari pekerja rumah tangga (PRT) keluhan sebagai buruh juga tak terindahkan di momen May Day nanti. Anggi RS, mewakili Jaringan Nasional Advokasi pekerja rumah tangga (JALA PRT) mengatakan saat ini RUU tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) masih disandera oleh DPR dan disebut tak ada tanda kepastian apapun.

“Perlu diingat bahwa RU-PPRT tidak hanya melindungi pekerja, tapi juga pemberi kerja. Lima juta PRT di seluruh Indonesia menunjukkan bahwa kebutuhan akan kerja rumah tangga sangat tinggi. Tanpa adanya PRT, mustahil pemberi kerja dapat menjalankan aktivitasnya sehari-hari, termasuk para anggota DPR,” kata dia.

PRT menurut Anggi sama seperti pekerja lainnya, membutuhkan pengakuan dan perlindungan. Membiarkan RU-PPRT, disebut sama saja membiarkan perbudakan modern terus berjalan, terutama kepada pekerja yang mayoritas adalah perempuan. 

Baca Juga: Momentum May Day: Buruh Perempuan Keluhkan Pemeriksaan Haid 

3. Tuntutan perempuan di hari buruh 2024

Buruh Migran Perempuan: Belum Ada Kebijakan dan Perlindungan Hukum MemadaiIlustrasi debat MUN (Instagram.com/modelunitednations.mun)

Dalam peringatan Hari Buruh 2024, Aliansi Perempuan Indonesia yang tergabung dari sejumlah lembaga dan organisasi menegaskan tuntutan mereka. Mereka mendesak untuk tegaknya demokrasi dan supremasi hukum serta kebijakan yang mendukung penghapusan kekerasan terhadap perempuan. 

Aliansi menuntut sahnya RUU PPRT, RUU Perlindungan Masyarakat Adat, RUU Anti Diskriminasi, dan Raperda Bantuan Hukum DKI Jakarta. Mereka juga mendorong ratifikasi Konvensi International Labour Organization (ILO) No 190 Tahun 2019 tentang Penghapusan Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja. Selain itu, mereka menyerukan pencabutan regulasi anti-demokrasi seperti UU Cipta Kerja dan Revisi UU ITE, serta perlindungan bagi Pembela HAM dan lingkungan dari praktik kekerasan. 

Aliansi juga memperjuangkan larangan diskriminasi gender dan orientasi seksual, akomodasi kebutuhan maternitas, akses bagi disabilitas, jaminan kesehatan, tata kelola pangan berkelanjutan, serta penghapusan syarat kerja diskriminatif.

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya