CISDI: Program Satu Nakes di Desa Butuh Kembalinya Mandatory Spending

Mandatory spending sudah dihapus pemerintah

Jakarta, IDN Times - CEO and Founder Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI), Diah Satyani Saminarsih menilai, rencana program satu fasilitas kesehatan (faskes), satu tenaga kesehatan (nakes), dan satu desa ada kaitannya dengan Undang-Undang Kesehatan, khususnya mengenai mandatory spending atau kewajiban alokasi. 

Program itu dijanjikan oleh pasangan Calon Presiden (Capres) nomor urut 03, Ganjar Prabowo-Mahfud MD. 

Dalam UU Kesehatan, kata dia, ada aturan penghapusan angka persentase mandatory spending--yang sebelumnya sebesar 5 persen di APBN dan 10 persen di APBD. Dengan demikian, menurut Diah, jika Ganjar ingin menjalankan program tersebut, maka aturan soal mandatory spending harus dikembalikan ke awal. Karena jika butuh tenaga kesehatan yang lebih banyak, maka pengeluarannya akan lebih banyak juga.

“Itu membutuhkan dikembalikannya mandatory spending,” kata dia dalam Talkshow dan Nobar Debat Kelima Capres-Cawapres 2024 by IDN Times, Minggu (4/2/2024).

Menurutnya, selalu ada perdebatan ketika sektor kesehatan dan keuangan "bertemu".

“Dimana argumen dari sektor keuangan selalu bilang bahwa kalau kesehatan itu sumur tanpa dasar, mengambil uang terus, tetapi tidak pernah dari return of investment,” kata dia.

CISDI pernah mencatat, masih ada 58 dari 514 kabupaten atau kota di Indonesia yang proporsi anggaran kesehatannya di bawah 10 persen pada 2021, dengan distribusi alokasi yang timpang pada 2021.

Dia mengatakan jika bicara kesejahteraan nakes dan pemerintah nantinya ingin membangun satu faskes di setiap desa, maka itu perlu investasi besar-besaran.

Baca Juga: Ganjar: KTP Sakti Bisa Profiling, Termasuk Disabilitas

Topik:

  • Ita Lismawati F Malau

Berita Terkini Lainnya