Data Corona Daerah dan Pusat Beda, Kawal COVID-19 Ingatkan Dampaknya
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Pencatatan manual data kasus COVID-19 yang dilakukan relawan Kawal COVID-19 berbeda jumlahnya dengan yang ada di situs pemerintah, pada Kamis 17 September 2020. Perbedaan data ini bahkan berlangsung selama beberapa hari.
Tabulasi COVID-19 versi pemerintah pada Kamis itu menunjukkan angka 232.628 kasus, dengan penambahan kasus sebanyak 3.635 dalam waktu 24 jam
Sedangkan dalam catatan Kawal COVID-19, ada penambahan 5.131 kasus sehingga total kasus COVID-19 di Indonesia mencapai 238.450.
Adanya perbedaan data ini ditanggapi oleh praktisi kesehatan yang juga pegiat Kawal COVID-19, Septian Hartono. Menurut dia, hal ini bisa terjadi karena masalah gap atau celah pelaporan kasus COVID-19 yang membutuhkan jeda waktu.
“Tentunya mungkin ini ada faktor jeda pelaporan, butuh waktu untuk datanya mengalir dari hulu ke hilir,” kata Septian kepada IDN Times, Sabtu (19/9/2020).
Baca Juga: Data Lengkap COVID-19 di Indonesia Per Sabtu 19 September 2020
1. Perbedaan mencolok terlihat di data Jawa Tengah, secara provinsi dan pusat
Dia menjelaskan, salah satu yang mencolok perbedaannya adalah data wilayah Jawa Tengah.
Pada Sabtu ini di waktu yang sama yakni pukul 15.31 WIB, data COVID-19 Jawa Tengah berdasarkan situs resmi Provinsi Jateng, corona.jatengprov.go.id, jumlah kasus terkonfirmasi 19.380.
Namun secara nasional, dilihat dari situs resmi pemerintah pusat yakni covid19.go.id, hanya tercatat 18.942 kasus.
2. Relawan Kawal COVID-19 mengolah data dari data paling mentah di level kabupaten atau kota
Terkait perbedaan itu, Septian mengatakan, relawan Kawal COVID-19 mengolah data dengan mengumpulkan data yang paling mentah, dari level kabupaten atau kota.
“Tapi kalau tidak ada, kami pakai level provinsi, dan baru-baru ini saking parahnya ada provinsi yang sudah tidak update lagi (Sumatera Utara), akhirnya mesti pakai level nasional,” ujarnya.
Dengan cara ini, relawan Kawal COVID-19 menemukan ada celah atau perbedaan data yang semakin besar dari data mentah di tiap-tiap level atau tingkatan. Contohnya seperti di Jawa Tengah tadi.
Editor’s picks
3. Perbedaan data bisa saja terjadi tapi tidak boleh dimaklumi seterusnya
Kendati demikian, ujar dia, hal itu secara umum tidak terlalu berdampak, karena celah atau perbedaan angka itu umumnya hanya berlangsung satu atau dua hari saja.
“Jadi masalah jeda pelaporan saja, trennya masih mirip,” ujar dia.
Namun, bukan berarti perbedaan data bisa dinormalisasi atau dimaklumi seterusnya. “Untuk beberapa provinsi ya, apalagi ini kita belum memasukkan kematian yang probabel ya, hanya yang terkonfirmasi,” ujar dia.
4. Perbedaan atau celah data bisa membuat suatu wilayah meremehkan skala wabah COVID-19
Septian mengatakan, jika perbedaan data ini dibiarkan, dikhawatirkan bisa membuat suatu wilayah meremehkan skala wabah yang sebenarnya. Hal ini juga dapat berpengaruh pada cara pemerintah untuk mengambil keputusan dalam penerapan kebijakan di tengah pandemik COVID-19.
“Mungkin menjelaskan mengapa pemerintah pusat terkesan 'kaget' dengan penuhnya RS rujukan akhir-akhir ini, karena tidak terefleksi di data nasional,” ujar dia.
Pemerintah, lanjut Septian, seharusnya bisa melihat jumlah kasus suspek, bukan hanya kasus aktif saja, karena kasus suspek sudah menjadi bagian dari beban sistem kesehatan.
“Berhubung suspek basically kasus yang belum atau masih menunggu hasil tes. Masalahnya, jumlah suspeknya juga meningkat terus. Artinya, kapasitas tes sekarang belum cukup," kata dia.
5. Pemerintah pusat dinilai under reporting
Celah data ini, ujar Septian, semakin berpengaruh jika pemerintah hanya melihat angka kematian akibat COVID-19 yang terkonfirmasi, namun tidak dengan yang lainnya.
“Selama pemerintah pusat mengambilnya hanya yang kematian terkonfirmasi, akan dapat memiliki ide yang keliru soal skala wabah ini,” ujar dia.
Dia menambahkan, masalahnya adalah bukan daerah yang over reporting, tapi pusat yang under reporting.
”Jadi Presiden mungkin tahunya baik-baik saja,” ujar dia.