Dinilai Lakukan Audisme, Risma Didesak Minta Maaf ke Masyarakat Tuli

Mensos Risma dinilai tidak sensitif dan peka

Jakarta, IDN Times - KOMPAKS (Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual) bersama Feminis Themis mengecam tindakan audisme yang dilakukan Menteri Sosial Tri Rismaharini. Video Risma memaksa penyandang disabilitas rungu untuk berbicara di atas panggung saat peringatan Hari Disabilitas Internasional (HDI) 2021, Rabu (1/12/2021), viral di media sosial.

Salah seorang perwakilan masyarakat Tuli dan Feminis Themis, Nissi Taruli Felicia, menyatakan kekecewaannya pada tindakan Risma.

“Sangat disayangkan, seorang menteri sosial tidak cukup sensitif dan peka
terhadap isu-isu sosial. Padahal disabilitas juga merupakan salah satu isu yang berada di bawah Kementerian Sosial. Seorang menteri sosial yang seharusnya menjadi panutan, justru melanggengkan stigma yang semakin mengakar di masyarakat," tulis Nissi dalam keterangan tertulis, Selasa (7/12/2021).

1. Risma didesak minta maaf dan edukasi bahasa isyarat

Dinilai Lakukan Audisme, Risma Didesak Minta Maaf ke Masyarakat TuliMenteri Sosial Tri Rismaharini (Dok. Kemensos)

Atas tindakan-tindakan tersebut, KOMPAKS dan Feminis Themis mendesak Risma meminta maaf. Selain itu, mereka menuntut Risma untuk melakukan sejumlah hal berikut:

  1. Menyatakan permohonan maaf atas tindakan audisme yang telah dilakukan, khususnya kepada masyarakat Tuli terkait pernyataan-pernyataan dan tindakan yang telah dilakukan pada Hari Disabilitas Internasional 2021.
  2. Melakukan edukasi dan sosialisasi terkait bahasa isyarat sebagai salah satu cara Tuli berekspresi.
  3. Memastikan bahwa bahasa isyarat Indonesia (BISINDO) menjadi hak asasi manusia, terutama masyarakat Tuli dalam berekspresi sebagai Warga Negara Indonesia.
  4. Menjamin dan memastikan bahwa Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO) adalah bahasa yang bisa digunakan oleh komunitas Tuli Indonesia untuk segala aspek termasuk pendidikan, kesehatan, kesejahteraan sosial, politik, dan lain-lain untuk Tuli.

Baca Juga: Mensos Risma Buka Suara soal Viral 'Memaksa' Pemuda Tuna Rungu Bicara

2. Polemik pernyataan Risma sebagai pemaksaan verbal

Dinilai Lakukan Audisme, Risma Didesak Minta Maaf ke Masyarakat TuliPengumuman Menteri Baru di Kabinet Indonesia Maju pada Selasa (22/12/2020) (Youtube.com/Sekretariat Presiden)

KOMPAKS dan Feminis Themis mencatat sejumlah tindakan audisme yang dilakukan Risma dan menjadi keresahan. Salah satunya, pernyataan Risma yang menyebutkan alasan memaksa penyandang disabilitas rungu untuk berbica.

Pernyataan itu disebut problematik karena tidak menghargai ragam identitas dan ragam komunikasi penyandang disabilitas rungu. Sebab, penyandang disabilitas rungu memang menggunakan bahasa isyarat secara penuh, ada yang dengan verbal dan bahasa isyarat, serta ada yang tidak memiliki bahasa bisa disebabkan karena mengalami deprivasi bahasa dan menggunakan gestur untuk berkomunikasi.

Pernyataan dan tindakan Risma yang bermuatan tindakan kekerasan terhadap
seorang individu juga dinilai terjadi saat pemberian alat bantu dengar.

"Pemaksaan verbal yang dilakukan Risma merupakan tindakan yang menimbulkan trauma dan mempermalukan individu tersebut di depan publik. Terlebih lagi, tindakan tersebut tidak menghormati individu tersebut sebagai selayaknya seorang individu yang pantas dihormati haknya," tulis KOMPAKS.

3. Pernyatan Risma bisa picu kekerasan gender

Dinilai Lakukan Audisme, Risma Didesak Minta Maaf ke Masyarakat TuliMenteri Sosial Tri Rismaharini menjelaskan teknis bantuan sosial 2021 (Youtube.com/Sekretariat Presiden)

Pernyataan Risma dapat memicu trauma mengenai kekerasan berbasis gender. Risma menyebut pernah mendapat cerita mengenai seorang penyandang disabilitas rungu yang diperkosa dan tidak bisa berteriak minta tolong. Risma menyebutkan pemerkosa justru dibebaskan dari penjara karena penyandang disabilitas rungu tersebut tidak bisa menjelaskan tragedi yang dialaminya.

Dalam pernyataan ini, Feminis Themis menekankan seseorang yang mengalami kekerasan seksual dapat mengalami suatu kondisi yang dinamakan tonic immobility atau imobilitas tonik atau kondisi terguncang, yang mengakibatkan tubuh lumpuh sementara sehingga tidak dapat memberikan respon tubuh atau melawan. Hal tersebut bukan hanya terjadi pada penyandang disabilitas rungu dan merupakan reaksi natural tubuh ketika mengalami kejadian yang traumatis. Semua orang bisa mengalaminya. 

4. Tindakan Risma dinilai menegaskan buruknya infrastruktur perlindungan dan bantuan hukum disabilitas

Dinilai Lakukan Audisme, Risma Didesak Minta Maaf ke Masyarakat TuliIlustrasi disabilitas (ANTARA FOTO)

Pernyataan Risma dinilai justru makin menegaskan buruknya infrastruktur perlindungan dan bantuan hukum yang belum dapat memberikan perlindungan dan memenuhi kebutuhan bagi korban kekerasan yang memiliki disabilitas.

Hal ini juga menunjukkan bahwa masih lemahnya perlindungan negara bagi seluruh gender dan sistem hukum Indonesia yang memang belum mampu memberikan keamanan bagi seluruh warga negaranya dari tindak kekerasan seksual serta tidak ramah terhadap penyandang disabilitas, termasuk disabilitas rungu.

"Apalagi, belum ada payung hukum yang benar-benar melindungi seluruh lapisan disabilitas dari kekerasan seksual," tulis KOMPAKS.

Untuk diketahui, audisme adalah sikap yang didasarkan dari pemikiran patologis yang menimbulkan stigma negatif terhadap penyandang disabilitas rungu. Misalnya, seseorang yang menganggap orang yang dapat mendengar dan berbicara lebih superior dibanding orang penyandang disabilitas rungu, menurut Tom Humphries (1975).

Salah satu contoh tindakan audisme adalah pemaksaan terhadap penyandang disabilitas rungu untuk latihan berbicara supaya “pintar” dan dipercaya akan memiliki masa depan yang sukses. Orang yang menunjukkan perilaku audisme disebut audist. 

Baca Juga: Aktivis Difabel Minta Mensos Risma Tak Paksakan Kehendak

Topik:

  • Jihad Akbar

Berita Terkini Lainnya