DJKI: Hak Paten AI Belum Diatur UU

Bisa dilindungi di rezim paten dan hak cipta untuk komputer

Jakarta, IDN Times - Dalam era revolusi industri 5.0, perkembangan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) telah menjadi pendorong utama transformasi digital. Pesatnya pertumbuhan teknologi ini, pelindungan kekayaan intelektual (KI) menjadi semakin penting dalam mendukung inovasi.

Direktur Paten, DTLST, dan Rahasia Dagang Dirjen Kekayaan Intelektual Kemenkumham Yasmon menjelaskan, kini organisasi dan perusahaan berlomba-lomba mengembangkan teknologi AI canggih.

Perusahaan menciptakan sebuah tantangan baru dalam konsep hukum pelindungan KI. Alhasil, isu AI menciptakan pertanyaan soal kepemikan hak paten dan hak cipta.

1. Bisa dilindungi dalam kekayaan intelektual program komputer

DJKI: Hak Paten AI Belum Diatur UUIlustrasi implementasi AI pada handphone/smartphone (indiumsoftware.com)

Yasmon mengatakan, sebagai objek hukum, AI yang merupakan suatu invensi maupun ciptaan karya yang dilahirkan dari hasil olah pikir manusia. Sehingga, itu bisa dilindungi dalam KI yaitu pada rezim paten dan hak cipta untuk program komputer.

“Berdasarkan Undang Undang (UU) No. 13 Tahun 2016 tentang Paten, AI belum diatur secara khusus, akan tetapi dalam Pasal 4 huruf d, terdapat pengaturan program komputer yang memiliki efek teknik yang dapat dipatenkan (Penjelasan pada Pasal 4 huruf d),” kata Yasmon dalam keterangannya, dikutip Senin (29/1/2024).

Baca Juga: 7 Pekerjaan yang 'Aman' dari AI, Kamu yang Mana?

2. AI belum diatur secara khusus

DJKI: Hak Paten AI Belum Diatur UUIlustrasi aturan hukum (IDN Times/Arief Rahmat)

Dia juga mengatakan, dalam UU No 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, AI juga belum diatur secara khusus. Namun, dalam Pasal 1 angka 9 terdapat pengaturan terkait program komputer yang merupakan ciptaan yang dilindungi (Pasal 40 ayat (1) huruf s).

Yasmon menjelaskan, bahwa di Indonesia pelindungan AI yang melahirkan invensi atau karya sebagai subjek hukum belum bisa dimungkinkan sebagai inventor, pencipta atau endesain.

“Hal ini dikarenakan UU Paten, UU Hak Cipta, dan UU Desain Industri saat ini masih membatasi ‘Inventor’ dan ‘Pencipta’ hanya untuk manusia, bukan AI,” kata Yasmon.

3. Permohonan hak cipta AI meningkat

DJKI: Hak Paten AI Belum Diatur UUIluustrasi dokumen kertas(unsplash.com/@viktortalashuk)

Perlu diketahui, per 25 Januari 2024 permohonan paten ke DJKI terkait kecerdasan buatan atau AI di Indonesia menunjukan kenaikan setiap tahunnya. Dalam sewindu tahun terakhir jumlahnya mencapai 400 permohonan.

Lebih lanjut, adapun untuk regulasi tentang AI di Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Informatika telah menerbitkan Surat Edaran Menteri Komunikasi dan lnformatika Nomor 9 Tahun 2023 tanggal 19 Desember 2023 tentang Etika Kecerdasan Artifisial. Salah satu poin dalam isi edaran menyebutkan bahwa penyelenggaraan kecerdasan artifisial tunduk pada prinsip Kl sesuai peraturan perundang-undangan.

Baca Juga: Poin-poin Penting dalam Surat Edaran Etika Penggunaan AI

Topik:

  • Ilyas Listianto Mujib

Berita Terkini Lainnya