Dorongan Percepatan Direktorat PPA dan TPPO Tangani Kasus Perempuan

Tingginya keterampilan penanganan hukum diperlukan

Jakarta, IDN Times - Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, menekankan pentingnya peningkatan penanganan kasus-kasus yang melibatkan perempuan. Hal ini jadi dorongan agar Direktorat Tindak Pidana Perempuan dan Anak (PPA) dan Pidana Perdagangan Orang (PPO) Polri bisa segera dibentuk.

Dia juga menyoroti posisi strategis polisi dalam memelihara keamanan dan ketertiban, serta menjadi garda awal dalam proses penegakan hukum apalagi di kasus kekerasan perempuan jadi penting.

"Salah satu pihak yang membutuhkan penanganan spesifik adalah perempuan, baik sebagai korban, saksi, maupun tersangka, terutama dari pengambilan keterangan pemeriksaan fisik jadikan polisi butuh kehadiran bukan saja polisi perempuan yang sebagai penyidik individu, tetapi yang betul-betul memberikan perhatian khusus kepada persoalan hukum,” kata dia dalam webinar "Mendorong Percepatan Pembentukan Direktorat PPO dan PPA, Jumat (19/4/2024).

1. Tingginya keterampilan penanganan hukum diperlukan

Dorongan Percepatan Direktorat PPA dan TPPO Tangani Kasus PerempuanKetua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, dalam webinar Mendorong Percepatan Pembentukan Direktorat PPO dan PPA, Jumat (19/4/2024). (IDN Times/Lia Hutasoit)

Dia menyoroti perlunya kehadiran polisi perempuan yang tidak hanya sebagai penyidik, tetapi juga memberikan perhatian khusus terhadap persoalan hukum yang melibatkan perempuan.

Menurut Andy, kebutuhan akan polisi yang memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam mengelola proses hukum semakin tinggi seiring dengan perkembangan kondisi masyarakat Indonesia. Hal ini bukan hanya berlaku pada polisi perempuan saja.

“Ketuhan untuk penanganan kasus-kasus yang melibatkan perempuan bagi korban, saksi dan tersangka, terutama dari pengambilan keterangan pemeriksaan fisik jadikan polisi butuh kehadiran bukan saja polisi perempuan yang sebagai penyidik individu, tetapi yang betul-betul memberikan perhatian khusus kepada persoalan hukum,” ujarnya.

Baca Juga: Mayat Perempuan Ditemukan di Pulau Pari Alami Luka Dada dan Leher

2. Ada 289 ribu kasus kekerasan perempuan, mayoritas KDRT

Dorongan Percepatan Direktorat PPA dan TPPO Tangani Kasus Perempuanilustrasi penganiayaan perempuan (IDN Times/Sukma Shakti)

Dia mengutip data dari catatan tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan yang menunjukkan peningkatan jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan.

"Tahun 2023 saja ada lebih dari 289.000 kasus dilaporkan, dengan sebagian besar adalah kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Nah kalau dari jenisnya, sepertiga dari jenisnya adalah kekerasan seksual," katanya.

CATAHU juga menunjukkan setiap tahunnya unit PPA Komnas Perempuan menerima 25-35 kasus, dengan proses penyelesaiannya yang memakan waktu lama.

"Satu kasus saja bisa membutuhkan waktu lebih dari satu tahun untuk diselesaikan," kata dia.

3. Soroti no viral no justice

Dorongan Percepatan Direktorat PPA dan TPPO Tangani Kasus PerempuanIlustrasi kekerasan pada perempuan dan anak. (IDN Times/Nathan Manaloe)

Dalan CATAHU juga banyak laporan soal peran kepolisian yang membantu menyelesaikan kasus dengan stigma “no viral no justice” atau keluhan tentang keadilan yang tertunda karena laporan yang tak segera disikapi atau ditolak. Bahkan ada kondisi di mana laporan kedaluwarsa.

“Atau ada juga yang dilaporkan karena memiliki sikap yang masih menyudutkan korban atau tidak tahu tidak mampu mengaplikasikan perkembangan hukum, serta lain sebagainya,” kata dia.

4. Kapasitas terbatas dari unit PPA

Dorongan Percepatan Direktorat PPA dan TPPO Tangani Kasus PerempuanS pelaku persetubuhan terhadap keponakannya sendiri diamanka Unit PPA Polres Ngawi. IDN Times/ Riyanto

Dalam refleksi atas tantangan yang dihadapi, Andy menyatakan bahwa kapasitas terbatas dari unit PPA dalam menyikapi pelaporan kekerasan terhadap perempuan menjadi hambatan utama.

Penguatan struktur dan kapasitas unit ini menjadi keharusan yang genting untuk meningkatkan akses keadilan bagi warga.

“Tantangan-tantangan ini sebetulnya mencerminkan kapasitas yang terbatas dari unit yang diberikan amanat untuk menyikapi pelaporan kekerasan terhadap perempuan, telaporan kekerasan terhadap perempuan dalam hal ini unit PPA dalam tingkat resor maupun pola hingga maupun di Mabes,” kata dia.

5. Jokowi teken prepres penambahan direktorat baru

Dorongan Percepatan Direktorat PPA dan TPPO Tangani Kasus PerempuanPresiden Joko Widodo (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Presiden Joko "Jokowi" Widodo sebelumnya telah meneken peraturan presiden (perpres) baru yang mengatur tambahan direktorat di Bareskrim Polri.

Perpres itu ditandatangani Presiden Jokowi per 12 Februari 2024. Perpres itu bernomor 20 Tahun 2024 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Polri. Perpres itu menambah satu direktorat di Bareskrim Polri dari yang sebelumnya enam menjadi tujuh direktorat tiga pusat dan empat biro.

Adapun penambahan ini disebutkan dalam rangka optimalisasi pelaksanaan tugas dan fungsi penanganan dan pemberantasan tindak pidana terhadap perempuan dan anak, serta tindak pidana perdagangan orang dan penyelundupan manusia, perlu menata kembali organisasi dan tata kerja Polri.

Topik:

  • Dwi Agustiar

Berita Terkini Lainnya