Kekerasan Perempuan Berujung Kematian Bernama Femisida

Didorong perasaan superior, dominasi atau misogini

Intinya Sih...

  • Kasus pembunuhan perempuan meningkat di media massa, mulai dari pembunuhan perempuan hamil hingga yang dibuang di Pulau Pari.
  • Femisida adalah pembunuhan terhadap perempuan karena jenis kelamin atau gendernya, didorong oleh perasaan superior, dominasi, dan misogini.

Jakarta, IDN Times - Beberapa kasus pembunuhan pada perempuan mengemuka di media massa, mulai dari kasus pembunuhan perempuan hamil di Kelapa Gading yang dibunuh kekasih gelapnya hingga pembunuhan perempuan yang dibuang di Pulau Pari.

Kasus pembunuhan pada perempuan ini masuk dalam kategori femisida atau pembunuhan dan kematian perempuan berlatar belakang kekerasan berbasis gender.

Komnas Perempuan memberikan rumusan pengertian femisida sebagai pembunuhan yang dilakukan secara sengaja terhadap perempuan karena jenis kelamin atau gendernya. Pembunuhan ini didorong oleh adanya perasaan superior, dominasi, maupun misogini terhadap perempuan, rasa memiliki terhadap perempuan, ketimpangan kuasa, dan kepuasan sadistik. 

Laporan Jurnal Komnas Perempuan bertajuk 'Lenyap dalam Senyap: Korban femisida dan Keluarganya Berhak Atas Keadilan,' menunjukkan pengembangan awal femisida dilakukan pada 2021 memprakarsai pengolahan data kasus pembunuhan yang ada di media massa daring dari 2016 hingga 2020. Upaya merekam kasus femisida itu dilakukan hingga 2023. 

“Pengaduan kasus femisida ke Komnas Perempuan dan pengada layanan, nyaris tidak ada sementara data terpilah Bareskrim Polri tidak tersedia,” dikutip dari jurnal itu, Senin (29/4/2024).

Baca Juga: Perempuan Kenya Demonstrasi Lawan Femisida

1. Indikasi femisida mulai dari maskulinitas yang toksik hingga relasi kuasa

Kekerasan Perempuan Berujung Kematian Bernama FemisidaKoper berisikan jasad wanita ditemukan di Bekasi. (Istimewa)

Dari proses penyaringan pemberitaan sepanjang Oktober 2022 hingga November 2023, terdapat 159 pemberitaan yang mengindikasikan tindakan femisida.

Di antaranya, adanya eskalasi kekerasan, kekerasan berulang dan berlapis, maskulinitas yang toksik, hingga relasi kekuasaan yang berkekerasan. 

Pantauan juga mengikutsertakan pantauan terhadap bunuh diri yang dilakukan oleh perempuan sebagai akibat kekerasan berbasis gender terhadapnya.

Baca Juga: Kasus Anak DPR Aniaya Pacar hingga Tewas Merupakan Tindakan Femisida

2. Aturan soal penghilangan nama di Indonesia

Kekerasan Perempuan Berujung Kematian Bernama Femisidailustrasi (IDN Times/Arief Rahmat)

Di Indonesia, penghilangan nyawa diatur tersebar dalam Pasal 44 UU Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU KDRT) dan KUHP, Pasal 338, Pasal 339, Pasal 340, Pasal 344, Pasal 345, dan Pasal 350.

Namun motif, modus dan kekerasan berbasis gender sebelum atau yang menyertainya tidak menjadi faktor pemberat hukuman.

Baca Juga: Kemen PPPA dan BPS Sosialisasi Survei  Perempuan dan Anak 2024

3. Femisida lain terjadi di industri seks hingga wilayah konflik

Kekerasan Perempuan Berujung Kematian Bernama FemisidaIlustrasi kekerasan pada perempuan dan anak. (IDN Times/Nathan Manaloe)

Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi, mengatakan, femisida nonintim yang dilakukan tetangga, orang tak dikenal, teman, kakak kelas, dan sopir angkot terkait motivasi untuk melakukan tindak pidana kekerasan seksual (TPKS) pelaku kepada korban, di mana korban menyatakan penolakan atau melakukan perlawanan.

Femisida jenis lainnya yang terjadi yaitu femisida oleh anggota keluarga, femisida di industri seks, femisida terhadap penyandang difabel, femisida di wilayah konflik, dan femisida dengan tuduhan guna-guna. 

“Femisida terjadi hampir di seluruh provinsi di Indonesia. Jenis femisida intim menempati pemberitaan tertinggi, yaitu pembunuhan yang dilakukan oleh suami, mantan suami, pacar, mantan pacar atau pasangan kohabitasi yang mencapai 67 persen dari keseluruhan kasus femisida diberitakan,” katanya.

Baca Juga: Kemen PPPA Beberkan Sejumlah Manfaat RUU KIA pada Perusahaan

Topik:

  • Deti Mega Purnamasari

Berita Terkini Lainnya