Kekerasan Seksual Anak, Dosa Besar Dunia Pendidikan

Kasus sekolah SPI dan MSAT di Jombang jadi perhatian

Jakarta, IDN Times - Belakangan ini, sekolah sebagai tempat menimba ilmu dirasa tak lagi aman. Pasalnya, kekerasan seksual menimpa para murid dan mengancam masa depan mereka.

Kasus kekerasan seksual yang tengah disoroti adalah yang menyeret pendiri sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI), Kota Batu, Malang, Jawa Timur, berinisial JE. Dia bahkan dikenal sebagai seorang motivator

Tak hanya itu, kasus kekerasan seksual juga terjadi di Pondok Pesantren (Ponpes) Shiddiqiyyah Jombang dengan pelaku beirnisial MSAT (42) yang merupakan anak kiai pendiri ponpes. MSAT dijadwalkan akan diadili pada 18 Juli 2022 di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.

Kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan yang juga menjadi perhatian sebelumnya adalah pemerkosa 13 santriwati Herry Wirawan, guru pesantren asal Garut, Jawa Barat. Dia sudah melakukan tindakan keji itu sejak 2016 hingga 2021 dan banyak santriwati yang hamil dan melahirkan akibat ulahnya.

1. Pelajar perempuan dan laki-laki dalam pusaran kekerasan seksual

Kekerasan Seksual Anak, Dosa Besar Dunia PendidikanIlustrasi sekolah dalam pengawasan KPAI (dok. KPAI)

Melansir data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Selasa (12/7/2022), jumlah korban kekerasan seksual berdasarkan tempat kejadian, yakni di sekolah mencapai 486 kasus.

Sejauh ini, ada 12.163 kasus kekerasan yang masuk dalam data SIMFONI PPA, 79,4 persennya adalah perempuan dan 20,6 persen laki-laki. Sebanyak 36,6 persen korban adalah pelajar perempuan, sedangkan korban pelajar laki-laki mencapai 65,2 persen dari jumlah totalnya.

Baca Juga: Selain Kekerasan Seksual, JE Juga Tersangka Eksploitasi Anak

Baca Juga: Korban Kekerasan Seksual MSAT Minta Hak Ganti Rugi

2. Kerentanan anak perempuan sebagai korban kekerasan seksual

Kekerasan Seksual Anak, Dosa Besar Dunia PendidikanIlustrasi/Belajar bersama anak-anak (IDN Times/Besse Fadhilah)

Komisi Nasional (Komnas) Perempuan juga mencatat kerentanan-kerentanan khusus anak perempuan korban kekerasan seksual.

Pertama, relasi kekuasaan berlapis antara pelaku sebagai pemilik dan guru pesantren, mempunyai pengaruh dan dapat memanfaatkannya kepada para korban.

Kedua, publik yang menempatkan pemilik pesantren dan gurunya pada posisi terhormat.

Ketiga, ketakutan korban dan keluarganya baik karena adanya ancaman maupun posisi terhormat pelaku.

"Keempat, korban dan keluarganya juga ketakutan mengalami hambatan-hambatan dalam proses pendidikan akibat kekerasan seksual yang dialaminya,” kata Komisioner Komnas Perempuan, Rainy Hutabarat.

3. Tiga dosa besar dunia pendidikan

Kekerasan Seksual Anak, Dosa Besar Dunia Pendidikan15 Bentuk Kekerasan Seksual Menurut Komnas Perempuan (IDN Times/Aditya Pratama)

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) bahkan memasukkan kekerasan seksual sebagai bagian dari tiga dosa besar pendidikan selain perundungan dan intoleransi.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) merilis sejumlah pelanggaran hak anak pada tahun 2018. Dari 445 kasus yang ditangani sepanjang 2018, sekitar 51,20 persen di antaranya merupakan kasus kekerasan baik fisik, seksual, maupun verbal. 

Ironisnya, kekerasan fisik yang dialami anak di sekolah kebanyakan dilakukan oleh pendidik. Sejauh ini, baru ada PermendikbudRistek 30 Tahun 2021 yang mengatur tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi untuk mencegah adanya kekerasan seksual di institusi pendidikan.

Baca Juga: Komnas Perempuan: Kasus Kekerasan Seksual Tinggi di Sekolah Agama

Baca Juga: Kekerasan Seksual di Jombang, Menteri PPPA: Harus Diproses Tuntas

4. Kemenag siapkan regulasi pencegahan kekerasan seksual di lembaga pendidikan keagamaan

Kekerasan Seksual Anak, Dosa Besar Dunia PendidikanIlustrasi pembelajaran tatap muka (PTM) di sekolah dasar. (ANTARA FOTO/Fransisco Carolio)

Di lingkungan lembaga pendidikan berbasis agama, Kementerian Agama tengah menyiapkan regulasi pencegahan kekerasan seksual.

Dirjen Pendidikan Islam, Muhammad Ali Ramdhani mengatakan, regulasi dalam bentuk Peraturan Menteri Agama (PMA) itu disusun sebagai langkah mitigatif atas terjadinya kekerasan seksual di lembaga pendidikan keagamaan beberapa tahun terakhir. 

“Kami sudah mulai susun regulasinya. Kami jaring saran dan masukan dari berbagai pihak, termasuk dari ormas keagamaan,” ujar Ali di Jakarta, Kamis (3/2/2022).

Ali mencatat, dalam beberapa tahun terakhir ada 12 laporan yang muncul terkait kasus kekerasan di lembaga pendidikan keagamaan. Antara lain di Bandung, Tasikmalaya, Kuningan, Cilacap, Kulonprogo, Bantul, Pinrang, Ogan Ilir, Lhokseumawe, Mojokerto, Jombang, dan Trenggalek. Beberapa kasus di antaranya masih berproses dalam persidangan di pengadilan.

Topik:

  • Deti Mega Purnamasari

Berita Terkini Lainnya