KemenPPPA: Modus Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi Berbeda-beda

Apresiasi keberanian korban melapor

Jakarta, IDN Times - Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Ratna Susianawati, mengatakan kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi bisa terjadi dengan modus berbeda-beda.

Hal ini merespons kasus dugaan kekerasan seksual yang menimpa delapan dosen dan tiga tenaga kependidikan universitas, yang diduga dilakukan rektor universitas di Gorontalo.

“Kasus kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi bukanlah pertama kali terjadi, dan modusnya pun berbeda-beda, dan tentunya kita harus mengambil langkah cepat untuk mencegah kasus ini terulang kembali,” kata Ratna, dikutip Senin (29/4/2024).

Baca Juga: Isa Bajaj Cabut Laporan Polisi atas Dugaan Kekerasan Menimpa Putrinya

1. Kasus kekerasan seksual ini sudah dilaporkan ke Polda Gorontalo

KemenPPPA: Modus Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi Berbeda-bedailustrasi kampus (pexels.com/pixabay)

Saat ini, kasus kekerasan seksual ini sudah dilaporkan ke Polda Gorontalo, dan masih dalam proses permintaan keterangan korban.

Pada dasarnya, kekerasan sekecil apapun dan menimpa siapapun, tidak bisa dibiarkan. Terlebih, tindak pidana kekerasan seksual sudah diatur sangat jelas dan tegas dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

Bahkan, untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual di perguruan tinggi, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Risaet dan Teknologi (Kemdikbudristek) juga telah menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Perguruan Tinggi.

2. BP2NU nonaktifkan pelaku pelecehan seksual

KemenPPPA: Modus Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi Berbeda-bedaKemenPPPA hadir dalam Sidang Komisi Status Perempuan atau Commission on the Status of Women (CSW) ke-68 dimulai di Kantor Pusat PBB, New York, Amerika Serikat, (11/3/2024). (dok. KemenPPPA)

Sementara, KemenPPPA juga mengapresiasi Badan Pelaksana Penyelenggara Nahdlatul Ulama (BP2NU) telah menonaktifkan terduga pelaku.

Ratna menyampaikan Menteri PPPA Bintang Puspayoga turut memberikan perhatian terhadap kasus tersebut, serta mengharapkan aparat penegak hukum (APH) menindak tegas pelaku kekerasan, serta memastikan sanksi pidana terhadap pelaku setimpal dengan perbuatannya. Apalagi beberapa korban merupakan anggota dari Satuan Tugas Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) di kampus tersebut.

Baca Juga: Polisi Segera Periksa Saksi Kasus Pelecehan Seksual Remaja Disabilitas

3. Apresiasi keberanian korban melapor

KemenPPPA: Modus Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi Berbeda-bedaIlustrasi pelecehan seksual (IDN Times/Aditya Pratama)

Ratna mengapresiasi keberanian korban untuk buka suara soal pengalaman buruk yang mereka alami.

"Saya mengapresiasi keberanian para korban untuk melapor, artinya sudah ada kesadaran untuk memperjuangkan haknya sebagai korban untuk mendapatkan perlindungan dan penegakan hukum. Dukungan dari keluarga terdekat juga dapat membantu memberikan penguatan bagi korban dalam menghadapi permasalahannya,” kata dia.

KemenPPPA melalui Tim Layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 juga telah berkoordinasi dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Gorontalo. Adanya SAPA 129 merupakan aksesibilitas bagi perempuan dan anak korban kekerasan untuk melaporkan, atau mengadukan kekerasan yang dialami guna mendapatkan layanan sesuai kebutuhan korban.

Layanan SAPA 129 dapat diakses dengan mudah melalui hotline 129 atau Whatsapp 08111-129-129.

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya