Komnas HAM: Kekerasan pada Jurnalis Paling Banyak Dilaporkan

Jurnalis bagian dari pembela HAM

Jakarta, IDN Times - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) turut menangani kasus kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia. Data yang dikumpulkan dari tahun 2018 hingga 2024, menunjukkan ada tujuh kasus kekerasan fisik dan lima kasus ancaman verbal terhadap jurnalis. Selain itu, terdapat dua kasus kekerasan yang melibatkan penyiksaan.

"Saya ambil data dari 2018-2024 jadi yang paling banyak diadukan ke Komnas HAM terkait dengan kekerasan, baik verbal maupun fisik, jadi sejalan dengan indeks keselamatan jurnalis," kata Komisioner Komnas HAM Uli Parulian Sihombing dalam agenda Peluncuran Indeks Keselamatan Jurnalis 2023, di Jakarta Pusat, Kamis (28/3/2024).

Baca Juga: RJP Makassar, Wadah bagi Para Jurnalis Perempuan

1. Jurnalis adalah pembela HAM

Komnas HAM: Kekerasan pada Jurnalis Paling Banyak DilaporkanPeluncuran Indeks Keselamatan Jurnalis 2023 di kawasan Jakarta Pusat, Kamis (28/3/2024). (IDN Times/Lia Hutasoit)

Uli menjelaskan, penggunaan pasal pencemaran nama baik, khususnya dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), kerap terjadi, dan jadi kriminalisasi bagi jurnalis.

Komnas HAM telah mengambil langkah dengan menerbitkan standar dan panduan bagi pembela Hak Asasi Manusia, termasuk jurnalis, untuk memberikan pemahaman yang lebih baik kepada pihak terkait seperti Dewan Pers, kepolisian, dan stakeholder terkait lainnya.

"Karena jurnalis ini bagian dari pembela HAM," kata dia.

2. Dorong penggunaan restorative justice selesaikan kasus pencemaran nama baik

Komnas HAM: Kekerasan pada Jurnalis Paling Banyak DilaporkanIlustrasi hukum. (IDN Times/Mardya Shakti)

Komnas HAM, kata dia, dalam menanggapi kasus-kasus pencemaran nama baik juga mendorong pendekatan keadilan restoratif atau restorative justice, serta berkoordinasi dengan Dewan Pers untuk memastikan proses yang adil dan transparan.

Namun, tantangan yang dihadapi termasuk pemahaman yang belum memadai di kalangan aparat penegak hukum, serta kritik terhadap pemidanaan yang dianggap melanggar hak kebebasan berpendapat dan berekspresi.

"Tantangan selama ini tentu pemahaman, tentu ada gap knowladge, pemahaman di aparat penegak hukum," kata dia.

3. Kritik pada kebijakan publik adalah kebebasan berekspresi

Komnas HAM: Kekerasan pada Jurnalis Paling Banyak DilaporkanPeluncuran Indeks Keselamatan Jurnalis 2023 di kawasan Jakarta Pusat, Kamis (28/3/2024). (IDN Times/Lia Hutasoit)

Uli menjelaskan, kritik terhadap kebijakan publik adalah bagian dari kebebasan berekspresi, dan pemidanaan seharusnya diselesaikan melalui pendekatan yang mengedepankan keadilan restoratif.

"Jadi terkait dengan misalnya kritik terhadap kebijakan publik dari pemberitaan media itu bagian dari kebebasan berkspresi dan berpendapat. Nah, kemudian ketika ada pemidanaan kami merekomendasikan diselesaikan lewat keadilan restorative, dan juga koordinasi dengan Dewan Pers agar ini bisa diselesaikan Dewan Pers baik itu lewat mediasi atau proses lainnya," kata dia.

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya