Mahasiswa Katolik Digeruduk, YLBHI Soroti RT Tak Jalankan Fungsinya

Tindakan pelarangan bertentangan dengan jaminan konstitusi

Jakarta, IDN Times - Kasus pemukulan disertai pembacokan dialami sejumlah Mahasiswa Katolik Universitas Pamulang (Unpam) pada Minggu, 5 Mei 2024 di Babakan, Cisauk, Tangerang Selatan, Banten saat melakukan ibadah Doa Rosario.

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengungkapkan penggerebekan itu adalah tindakan intoleransi yang tidak boleh dibiarkan.

YLBHI dan LBH Jakarta memantau serta mendapatkan video kejadian yang menunjukkan adanya tindakan aktif oleh Ketua Rukun Tetangga (RT) yang melarang beribadah. Alih-alih menjamin kebebasan dan kemerdekaan warga untuk beribadah, Ketua RT setempat dinilai melakukan tindakan yang memancing kebencian antar umat beragama, yang disertai kekerasan.

"Padahal, sebagai elemen negara dalam lingkup terkecil, Kepengurusan RT sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Peraturan Menteri dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2018 tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Lembaga Adat Desa, memiliki tugas dan mandat yang salah satunya ialah “menanamkan dan memupuk rasa persatuan dan kesatuan masyarakat”," kata Ketua Umum YLBHI, Muhamad Isnur pada Rabu (8/5/2024).

1. Tindakan pelarangan bertentangan dengan jaminan konstitusi yang ada

Mahasiswa Katolik Digeruduk, YLBHI Soroti RT Tak Jalankan FungsinyaIlustrasi kekerasan dalam rumah tangga KDRT. (IDN Times/Muhammad Tarmizi Murdianto)

Isnur mengungkapkan, tindakan pelarangan terhadap sejumlah mahasiswa yang beribadah di ruang privat merupakan tindakan yang bertentangan dengan prinsip pemenuhan, perlindungan dan penghormatan hak atas kemerdekaan beragama atau berkeyakinan.

Hal itu termuat dalam bunyi Pasal 29 ayat (2) UUD NRI 1945 yang secara tegas menyatakan “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.

Serta Pasal 22 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang menyebutkan bahwa “Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu serta Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya dan kepercayaannya”.

Baca Juga: Mahasiswa Katolik Digeruduk, Dirjen HAM: Hak Ibadah Dijamin Konstitusi

2. Kekerasan jadi hal yang lumrah dan negara gagal menjalankan fungsinya

Mahasiswa Katolik Digeruduk, YLBHI Soroti RT Tak Jalankan Fungsinyailustrasi rosario dan alkitab. (pexels.com/pixabay)

Dalam berbagai peristiwa, tindakan kekerasan yang dilakukan oleh suatu kelompok terhadap kelompok lain yang berbeda agama atau keyakinan, seringkali menyebabkan konflik sektarian yang meluas.

Isnur menjelaskan, pengalaman konflik internasional antar umat beragama atau berkeyakinan di Timur Tengah dapat memberikan gambaran yang mengerikan, tentang bagaimana kekerasan menjadi hal yang lumrah dan negara terjerumus menjadi negara gagal (failed states), karena tidak mampu menjalankan fungsinya.

"Begitu pula yang terjadi di Ambon dan Poso beberapa dekade lalu. Gagalnya negara melakukan upaya pencegahan, sekaligus dugaan keterlibatan aparatur negara, terakumulasi menjadi faktor penyebab konflik. Ironisnya, ribuan jiwa yang sebelumnya hidup rukun menjadi korban, bahkan sampai memakan korban jiwa," kata dia.

Baca Juga: Intimidasi Mahasiswa Katolik Unpam, Setara: Cermin Lemahnya Toleransi

3. Respons diskriminatif dalam kasus pelanggaran hak beragama

Mahasiswa Katolik Digeruduk, YLBHI Soroti RT Tak Jalankan FungsinyaLogo YLBHI (ylbhi.or.id)

Isnur menjelaskan, negara cenderung bertindak diskriminatif dalam kasus pelanggaran hak atas kemerdekaan beragama atau berkeyakinan, melalui aparat penegak hukum dengan memanfaatkan Pasal 156a KUHP untuk membatasi ekspresi dan praktik kebebasan beragama atau berkeyakinan, terutama di ruang digital.

Hal ini bertentangan dengan jaminan kebebasan berekspresi dan praktik tersebut yang seharusnya dijamin oleh Negara, seperti yang disebutkan dalam Pasal 6 Deklarasi Penghapusan Segala Bentuk Intoleransi dan Diskriminasi Berdasarkan Agama atau Keyakinan Tahun 1981 dan juga dalam Standar Norma dan Pengaturan No. 2 Komnas HAM RI ("SNP Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan").

 

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya