PTKA Dorong Tersangka Kekerasan Anak Santri di Kediri Lewat Restorasi 

Untuk perbaiki pemahaman dan pertimbangkan efek sosial

Jakarta, IDN Times - Bintang Balqis Maulana (14) tewas usai menjadi korban kekerasan dari sesama santri di Pondok Pesantren Tartilul Quran (PPTQ) Al-Hanifiyyah Kediri, Jawa Timur.

Ada empat santri yang jadi pelaku yakni MN (18), MA (18), AK (17) dan AF (16). Dua di antaranya masih berusia anak.

Berkenaan dengan kasus ini, aliansi Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak (PKTA) mendorong proses hukum bagi pelaku usia anak yang restoratif. Tujuannya adalah untuk memperbaiki pemahaman anak terhadap kesalahan, dan pertimbangan psikis dan sosial.

"Aliansi PKTA melihat walaupun anak pelaku tidak dapat diberikan diversi, pendekatan terhadap anak harus bersifat restoratif yang dapat memupuk pertanggungjawaban anak dan mendorong untuk memahami dampak dari perundungan dan kekerasan," tulis PTKA dari keterangan yang diterima IDN Times, Selasa (5/3/2024).

1. Dua anak ini tak bisa terima diversi

PTKA Dorong Tersangka Kekerasan Anak Santri di Kediri Lewat Restorasi Ibu korban penganiayan santri di Kediri. IDN Times/ istimewa

PTKA menjelaskan, tindak pidana kekerasan terhadap anak yang mengakibatkan kematian diancam dengan pidana penjara paling lama 15 tahun, maka kedua anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH) yakni AK (17) dan AF (16), tidak dapat diberlakukan diversi.

Diversi dapat diberikan bagi anak pelaku yang tindak pidananya diancam di bawah tujuh tahun penjara dan bukan pengulangan tindak pidana.

Sedangkan dua murid pondok pesantren lainnya yang sudah berusia 18 tahun akan diproses dengan sistem peradilan pidana umum.

Baca Juga: Kasus Santri Kediri Meninggal, RMI Jatim: Optimalkan Satgas Pesantren

2. Anak dipersiapkan untuk kembali ke komunitas

PTKA Dorong Tersangka Kekerasan Anak Santri di Kediri Lewat Restorasi Kepolisian menunjukkan tersangka kasus santri disetrika. (IDN Times/Rizal Adhi Pratama)

PTAK melihat, pendekatan restoratif bisa dapat dilakukan di lembaga pembinaan khusus anak dengan menyertakan pelatihan dan konseling tentang bahaya kekerasan dan perundungan. Hal ini untuk mempersiapkan anak pelaku yang nanti akan kembali ke komunitasnya.

Dari banyak kasus yang ada, PTKA menjelaskan anak rentan mengalami kekerasan di pondok pesantren, yang mana seharusnya mempunyai SOP Perlindungan anak yang lebih ketat dengan kontrol dan pengawasan yang baik dari pemerintah.

Perlindungan anak dari pemerintah dan daerah termasuk Kementerian Agama (Kemenag) sarusnya dapat hadir untuk kesejahteraan dan keselamatan anak di pesantren.

"Setiap anak, termasuk santri pondok pesantren berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945," ujar PTKA.

Baca Juga: Keluarga Santri Korban Penganiayaan Tolak Restorative Justice

3. Minta Kemenag lakukan audit dan laporan tahunan

PTKA Dorong Tersangka Kekerasan Anak Santri di Kediri Lewat Restorasi Gedung Kemenag RI

PTKA menyerukan beberapa hal kepada sejumlah pihak. Mulai dari Kemenag untuk mengaudit setiap izin dari pondok pesantren yang ada di Indonesia dan menjamin perlindungan anak yang ada di pesantren

Perlu juga agar Kemenag mengeluarkan laporan tahunan publik tentang implementasi aturan buku panduan pesantren ramah anak.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga diharapkan bisa mengawasi dan mengaudit standar perlindungan bagi pondok pesantren. Serta Polri diharapakan bisa mengusut tuntas kasus ini.

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya