PUSKAPA: Anak Terjerat Hukum Selalu Terkait Masalah Struktural

Misalnya kemiskinan, pengasuhan tidak memadai atau trauma

Jakarta, IDN Times - Peneliti Pusat Kajian dan Advokasi Perlindungan dan Kualitas Hidup Anak (PUSKAPA) Feri Sahputra mengungkapkan, keterlibatan anak dalam tindakan pelanggaran hukum selalu terkait dengan masalah struktural yang dihadapi anak.

Hal ini merespons salah satu kasus yang tengah viral, yakni  kasus bullying siswa SMPN 2 Cilacap, Jawa Tengah. Beberapa misalnya terkait kemiskinan, pengasuhan yang tidak memadai, atau trauma dari kekerasan yang diterima anak. 

“Hal ini membuat akan selalu ada anak yang menjadi lebih rentan dibanding anak lainnya. Dalam kondisi ini, pemerintah perlu terlibat untuk memastikan pelindungan khusus untuk anak yang berhadapan dengan hukum melalui UU SPPA,” kata dia kepada IDN Times, Jumat (29/9/2023). 

Baca Juga: Korban Bullying di Cilacap Alami Patah Tulang Rusuk dan Jalani MRI

1. Merespons masalah lewat kebijakan publik yang efektif

PUSKAPA: Anak Terjerat Hukum Selalu Terkait Masalah StrukturalIlustrasi kekerasan (IDN Times/Mardya Shakti)

Pemerintah, kata Feri, dapat merespons masalah ini lewat kebijakan publik yang efektif, baik untuk mencegah maupun menanggulangi insiden seperti bullying di Cilacap. 

Untuk mencegah kenakalan anak, kebijakan dapat diarahkan untuk memperkecil faktor risiko yang dapat muncul dari berbagai tingkatan. Perlu kerja sama dalam menangani kasus  tindakan pelanggaran hukum pada anak.

“Penyelesaiannya pun perlu didekati dengan melibatkan berbagai sektor, seperti pendidikan, kesehatan, sosial, perlindungan anak, hukum, hingga pemerintah daerah,” kata dia.

2. UU SPPA punya kekuatan kewajiban perlindungan

PUSKAPA: Anak Terjerat Hukum Selalu Terkait Masalah StrukturalIlustrasi anak-anak (IDN Times/Besse Fadhilah)

Sementara jika kekerasan sudah terlanjur terjadi, pemerintah perlu merespons masalah situasi ini lewat UU SPPA.

Feri berpendapat regulasi yang tertuang dalam beleid ini punya kekuatan kewajiban bagi berbagai sektor, untuk memberikan perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum. Ini tak hanya berlaku bagi korban anak, tetapi juga pelaku hingga saksi dalam suatu kasus.

“Sistem peradilan pidana anak yang berjalan efektif dapat menjauhkan anak dari dampak buruk peradilan pidana konvensional, membuat anak menyadari kesalahan dan memperbaiki akibat dari perbuatan yang ia lakukan, serta mengembalikan anak ke dalam lingkungan sosialnya secara sehat,” kata dia.

3. PPKSP yang diluncurkan Kemendibud Ristek

PUSKAPA: Anak Terjerat Hukum Selalu Terkait Masalah Strukturalilustrasi (IDN Times/Arief Rahmat)

Terbaru Kemendikbud Ristek juga telah meluncurkan Permendikbud Ristek PPKSP (Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan). 

Hal ini dianggap Feri sebagai respons pemerintah pada kompleksitas kekerasan yang terjadi di satuan pendidikan. Kekerasan yang diatur dalam peraturan ini mencakup kekerasan fisik, psikis, seksual, perundungan, diskriminasi, dan intoleransi, kekerasan di ranah digital, hingga kebijakan yang mengandung unsur kekerasan.

“Pemerintah Indonesia telah sukses meningkatkan angka partisipasi sekolah dari tahun ke tahun, menjadikan sekolah sebagai tempat di mana sebagian besar anak Indonesia menghabiskan banyak waktunya. Meski baru diluncurkan dan banyak yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaannya, peraturan ini membawa harapan baru bagi perlindungan anak di sektor pendidikan,” kata dia.

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya