Remaja ODGJ Hamil 5 Bulan, KemenPPPA Pantau Proses Pendampingan
Intinya Sih...
- Kemen PPPA dorong aparat penegak hukum usut kasus kekerasan seksual terhadap penyandang disabilitas, AP (19), yang hamil 5 bulan.
- Perlindungan korban dilakukan secara komprehensif dengan layanan asesmen awal, pendampingan psikologis, dan rujukan RS Jiwa Marzoeki Mahdi.
- Penyandang disabilitas kerap alami diskriminasi ganda, stigmatisasi, eksploitasi, dan kekerasan sehingga perlu penanganan sesuai haknya sebagai penyandang disabilitas.
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mendorong aparat penegak hukum mengusut tuntas kasus kekerasan seksual yang dialami orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) berinisial AP (19). Korban yang tinggal di Bogor, Jawa Barat, itu sedang hamil lima bulan akibat kekerasan seksual.
Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian PPPA Ratna Susianawati menuntut pelaku mendapat sanksi sesuai aturan yang berlaku.
“Kami memberikan apresiasi kepada pihak kepolisian yang telah memberikan respons dan kerja cepat dalam mengupayakan keadilan bagi korban. APH telah mendukung proses hukum dapat berjalan lancar, sehingga keadilan bagi korban kekerasan dapat ditegakkan. Kemen PPPA melalui UPT PPA Kabupaten Bogor akan terus memantau kasus dan proses hukum yang saat ini sedang berjalan, serta memastikan layanan pendampingan terhadap korban,” kata Ratna lewat keterangan tertulis, Jumat (24/5/2024).
Baca Juga: Enam Pelajar SMP Aniaya ODGJ di PALI Ditangkap Polisi
1. Korban sudah dapat pemeriksaan psikologis dan rujukan ke Rumah Sakit Jiwa
Ratna mengingatkan, perlindungan korban perlu dilakukan secara komprehensif. Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT PPA) Kabupaten Bogor bersama Unit PPA Polres Kabupaten Bogor telah memberikan penanganan terhadap korban.
Di antaranya layanan asesmen awal, pendampingan berupa pemeriksaan psikologis, serta layanan rujukan ke RS Jiwa Marzoeki Mahdi, Bogor.
Baca Juga: Polisi Cari Pria Diduga ODGJ yang Timpuk Perempuan di Bekasi
Editor’s picks
2. Penanganan kasus perhatikan jenis kerentanan dan hak-hak korban
Dia menjelaskan, penyandang disabilitas adalah satu kelompok rentan mengalami tindakan diskriminatif dalam berbagai bidang kehidupan, seperti pendidikan, ekonomi, sosial, hukum, dan kesehatan.
Selain diskriminasi ganda, penyandang disabilitas juga kerap mengalami stigmatisasi dan rentan mendapatkan perlakuan salah, mengalami eksploitasi, bahkan kekerasan. Dengan demikian, penanganan AP juga diharapkan dapat sesuai dengan haknya sebagai penyandang disabilitas.
“Guna mengurangi besarnya potensi kekerasan terhadap korban disabilitas, Kemen PPPA mendorong pemberian layanan yang diberikan pada korban dapat memperhatikan jenis kerentanannya, sekaligus memenuhi hak-hak korban penyandang disabilitas,” ujarnya.
Baca Juga: Kisah Pengasuh 42 ODGJ, Butuh Kesabaran dan Ketulusan
3. Partisipasi masyarakat sangat penting untuk mencegah terjadinya kekerasan
Ratna mengimbau masyarakat bisa saling menjaga dan memberikan perlindungan bagi kelompok rentan, salah satunya penyandang disabilitas. Partisipasi masyarakat dalam melindungi kelompok rentan sangat dibutuhkan untuk mencegah terjadinya kekerasan di lingkungan sekitar.
“Partisipasi masyarakat sangat penting dalam mencegah terjadinya kekerasan yang dapat menimpa setiap orang, termasuk penyandang disabilitas yang lebih rentan. Selain itu, jika mendeteksi orang-orang terdekat yang mengalami kekerasan, maka berikanlah perlindungan dan dukungan bagi mereka untuk dapat melaporkan kasusnya, dan mengakses pendampingan agar dapat pulih dari trauma,” kata dia.