Riset: Emak-Emak Gemar Bakar Sampah karena Ogah Keluar Uang Iuran 

Asap pembakaran berbahaya, bisa sebabkan kematian

Jakarta, IDN Times - Hasil riset menunjukkan bahwa aktivitas pembakaran sampah di wilayah Jabodetabek didominasi oleh perempuan. Sebanyak 61,5 persen pelaku pembakaran sampah adalah perempuan, dengan 36 persen di antaranya merupakan ibu rumah tangga.

Riset tersebut dihasilkan PT Wasteforchange Alam Indonesia (Waste4Change) dan Yayasan Bicara Udara Anak Bangsa (Bicara Udara). Riset tersebut juga menunjukkan bahwa 77 persen orang yang terkena dampak dari aktivitas pembakaran sampah juga adalah perempuan, kebanyakan adalah ibu-ibu.

Oleh karena itu Komunitas peduli lingkungan Bicara Udara menyoroti pentingnya sosialisasi ke ibu-ibu dalam mengatasi praktik pembakaran sampah yang tidak bertanggung jawab dan menggandeng Tim Penggerak PKK Provinsi DKI Jakarta.

"Dengan menggandeng PKK, harapannya kader PKK bisa memberikan penyuluhan kepada warga di lingkungan terdekatnya agar tidak membakar sampah lagi dan menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) baik di lingkup keluarga sendiri maupun dengan melakukan sosialisasi kepada lingkungan terdekat," kata Community Specialist Bicara Udara, Primadita Rahma dalam webinar berjudul ‘Waste4Change Insight: Menelusuri Aktivitas Pembakaran Sampah Terbuka di Wilayah Jabodetabek’, Selasa (28/2/2023).

Baca Juga: Kadinkes Jatim Akui Pembakaran Sampah Plastik Keluarkan Dioksin

1. Pelaku tak mau keluarkan biaya angkut sampah

Riset: Emak-Emak Gemar Bakar Sampah karena Ogah Keluar Uang Iuran Bank sampah Tangerang (instagram.com/kampungdarling)

Hasil riset itu juga menunjukkan bahwa sebesar 31 persen aktivitas pembakaran sampah sudah menjadi kebiasaan di lingkungan setempat. Riset juga mengungkap pelaku tidak ingin mengeluarkan biaya untuk iuran pengangkutan sampah sehingga melakukan aktivitas pembakaran sampah.

Selain itu, terdapat juga miskonsepsi yang berkembang di masyarakat bahwa aktivitas membakar sampah bisa mengusir nyamuk saat malam dan sisa pembakaran bisa jadi pupuk ke tanaman.

Baca Juga: 5 Alasan Mengapa Buang Sampah Sembarangan Itu Tidak Keren

2. Pembakaran sampah dan pencemaran udara

Riset: Emak-Emak Gemar Bakar Sampah karena Ogah Keluar Uang Iuran Ilustrasi tumpukan sampah di pinggir jalan. (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)

Aktivitas pembakaran sampah masih menjadi salah satu masalah utama dalam pencemaran udara. Salah satu hasil riset tersebut juga mengungkapkan adanya aktivitas pembakaran sampah yang tidak terkontrol dengan jumlah yang cukup signifikan, yakni mencapai 240,25 Gg/tahun.

Dampak dari aktivitas ini juga sangat signifikan, di mana emisi karbon yang dihasilkan mencapai 12.627,34 Gg/tahun. Itu hampir setara dengan jumlah emisi karbon akibat pembakaran hutan dan lahan di Kalimantan pada tahun 2021 yang mencapai 14.280 Gg/Tahun.

Baca Juga: Daftar Bank Sampah di Tangerang untuk Misi Mulai Kelola Sampah!

3. Asap pembakaran berbahaya, bisa sebabkan kematian

Riset: Emak-Emak Gemar Bakar Sampah karena Ogah Keluar Uang Iuran Sejumlah pasien menjalani perawatan di tenda barak yang dijadikan ruang IGD RSUP Dr Sardjito, Sleman, Minggu (4/7/2021). (ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah)

Prima mengatakan, asap pembakaran sampah sangatlah berbahaya, yang dapat berdampak pada kesehatan orang dewasa maupun anak-anak, seperti penyakit pernapasan (asma, kanker), penyakit jantung, dan mengganggu sistem reproduksi, bahkan bisa menyebabkan kematian.

“Kader PKK dapat mengajak warga untuk bersama-sama melakukan pengawasan terhadap pembakaran sampah di sekitar tempat tinggal, sekaligus mengajarkan pengelolaan sampah yang lebih baik,” katanya.

4. Ibu-ibu PKK bisa jadi motivator

Riset: Emak-Emak Gemar Bakar Sampah karena Ogah Keluar Uang Iuran IDN Times/Debbie Sutrisno

Sementara Co Founder Bicara Udara, Novita Natalia berharap kader PKK bisa jadi pihak di garda depan dalam menangani berbagai persoalan yang terjadi di tengah masyarakat, termasuk dalam upaya mengurangi aktivitas pembakaran sampah.

“Ibu-ibu kader PKK bisa menjadi motivator, fasilitator, perencana, pelaksana, pengendali dan penggerak, serta memberikan pembinaan teknis kepada keluarga dan masyarakat terkait pengolahan sampah yang baik dan menerapkan Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS),” kata Novita.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya