SE Kemendikbud Soal Anak Pengungsi, KPAI: Sulit Diimplementasikan

Dianggap sulit lanjutkan pendidikan

Jakarta, IDN Times - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkapkan, SE Sesjen Kemendikbud RI No.752553/A.A4/HK/2019 tentang Pemenuhan Hak Atas Pendidikan bagi Anak Pengungsi Luar Negeri, perlu direvisi karena ada sejumlah persoalan dari hasil temuan pengawasan yang dilakukan KPAI.

"Anak-anak pengungsi luar negeri di berbagai daerah dapat mengakses pendidikan pada jenjang  PAUD, SD dan SMP. Namun, kesulitan ketika akan melanjutkan ke jenjang SMA atau SMK," kata Komisioner KPAI Retno Listyarti dalam keterangannya, Senin (6/6/2022).

1. Masalah surat kelulusan bukan berbentuk ijazah

SE Kemendikbud Soal Anak Pengungsi, KPAI: Sulit DiimplementasikanPengawasan KPAI pada pendidikan anak-anak pengungsi luar negeri (dok. KPAI)

Anak pengungsi luar negeri tak menerima bukti lulus seperti ijazah, mereka hanya mendapat surat keterangan sudah mengikuti pendidikan dari kepala sekolah. Selain itu ada perbedaan kewenangan antara jenjang SD dan SMP yang jadi kewenangan pemerintah kota atau kabupaten, sedangkan jenjang SMA atau SMK ada di bawah pemerintah provinsi.

Kemudian anak pengungsi luar negeri terpaksa ikut pendidikan kesetaraan atau kejar paket C untuk naik ke SMA.

SE Kemendikbud No.752553/A.A4/HK/2019 tentang Pemenuhan Hak Atas Pendidikan bagi Anak Pengungsi Luar Negeri juga dianggap Retno kurang sosialisasi.

"Baik sosialisasi kepada jajaran Dinas Pendidikan Provinsi maupun LPMP (sekarang BPMP) Provinsi, sehingga amanat SE sulit diimplementasikan," kata dia.

Baca Juga: Nasib Pengungsi Anak, Bisa Sekolah Tapi Tak Dapat Ijazah

2. Masalah bukti lulus yang diteken Kepala Sekolah

SE Kemendikbud Soal Anak Pengungsi, KPAI: Sulit DiimplementasikanKomisioner KPAI Retno Listyarti (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Dalam SE yang ada diamanatkan, surat keterangan hasil belajar anak-anak pengungsi luar negeri seharusnya ditandatangani Kepala Dinas Pendidikan setempat. Namun, faktanya hanya ditandatangani Kepala Sekolah.

Hal itu membuat bukti kelulusan tidak bisa digunakan untuk menempuh jenjang pendidikan yang lebih tinggi, karena sekolah tujuan tidak mengakui dan tidak terinformasi mengenai SE tersebut.

KPAI juga merekomendasikan agar KemendikbudRistek menyelenggarakan Bimbingan Tekni (Bimtek) bagi para pendidik dan kepala sekolah yang sekolahnya menerima siswa pengungsi luar negeri. Sehingga, layanan pendidikan pada anak-anak pengungsi dapat dioptimalkan, mengingat banyaknya kendala seperti komunikasi, bahasa dan budaya.

3. Pembiayaan PPLN dari IOM Indonesia

SE Kemendikbud Soal Anak Pengungsi, KPAI: Sulit DiimplementasikanIDN Times/Galih Persiana

Retno mengungkapkan KPAI mengawasi pemenuhan hak pendidikan anak pengungsi luar negeri sejak 2019-2022. Mereka adalah bagian dari Satuan Tugas Penanganan Pengungsi Luar Negeri (PPLN) Nasional.

“Sejak keluarnya SE tersebut, sudah banyak anak-anak pengungsi luar negeri yang mendapat hak atas pendidikan di sekolah formal, hal ini juga menjadi citra baik bagi pemerintah Indonesia di dunia internasional," katanya.

Dalam SE tersebut, anak-anak pengungsi luar negeri yang bersekolah, baik di sekolah negeri maupun swasta hanya mendapatkan surat keterangan hasil belajar, bukan ijazah. Pembiayaan pendidikan juga ditanggung Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) Indonesia, bukan APBN maupun APBD.

4. Ada sembilan provinsi yang jadi tempat transit sementara anak pengungsi luar negeri

SE Kemendikbud Soal Anak Pengungsi, KPAI: Sulit DiimplementasikanIlustrasi Sekolah. IDN Times/Galih Persiana

Hingga 2022, ada sembilan provinsi Indonesia yang jadi tempat transit atau akomodasi sementara bagi anak pengungsi luar negeri yakni Medan (Sumatera Utara), Kupang (Nusa Tenggara Timur), Batam dan Bintan (Kepulauan Riau), Makassar (Sulawesi Selatan), Surabaya (Jawa Timur), Kotamadya Jakarta Barat (DKI Jakarta), Tangerang dan Tangerang Selatan (Banten), Pekanbaru (Riau), dan kota Lhokseumawe (Nanggroe Aceh Darussalam). 

Selain itu, anak-anak pengungsi luar negeri yang bersekolah di sekolah negeri, harus mendaftar usai PPDB (Pendaftaran peserta Didik Baru) karena mereka hanya bisa mengisi kursi kosong usai PPDB digelar. Anak-anak pengungsi mendaftar dengan nomor status pengungsi yang dikeluarkan UNHCR, karena tidak mungkin memiliki NIK.

Baca Juga: Alasan Warga Mengusir Pengungsi Rohingya dari Penampungan di Bireuen

Topik:

  • Ilyas Listianto Mujib

Berita Terkini Lainnya