Siswi Tak Pakai Ciput Dibotaki, Komnas Perempuan: Coreng Pendidikan

Pemerintah diminta segera cabut kebijakan yang diskriminatif

Jakarta, IDN Times - Komnas Perempuan mengecam tindakan guru yang membotaki rambut 19 siswi berhijab di Lamongan karena tidak menggunakan ciput. Komisioner Komnas Perempuan Imam Nahei menyatakan, tindakan tersebut adalah bentuk diskriminasi dan kekerasan terhadap anak di lingkungan pendidikan. 

“Karenanya, tindakan tersebut mencoreng nama baik pendidik dan institusi pendidikan, karena bertentangan dengan prinsip dan tujuan pendidikan itu sendiri,” kata Imam dalam keterangan resmi yang dilansir Komnas Perempuan, Jumat (1/9/2023).

Baca Juga: Viral Siswi SMP di Lamongan Dibotaki karena Tak Pakai Ciput

1. Banyak kebijakan daerah tentang busana yang menyebabkan perempuan jadi korban

Siswi Tak Pakai Ciput Dibotaki, Komnas Perempuan: Coreng PendidikanIlustrasi Perempuan. (IDN Times/Aditya Pratama)

Imam mengatakan, perlu ada pemahaman jika tindakan yang dilakukan guru berinisial EN itu berkait langsung dengan kebijakan daerah yang diskriminatif. Salah satunya adalah mengenai kewajiban busana dengan simbol agama, berdasarkan pemahaman tertentu ke lembaga pendidikan. 

Dia mengatakan, perempuan menjadi target dan menyebabkan kerugian yang tidak proporsional berbasis gender. Imam menjelaskan, sejak 1999 masih ada 73 dari 114 kebijakan daerah tentang kewajiban busana yang masih berlaku hingga saat ini.

2. Pemerintah diminta segera cabut kebijakan yang dianggap diskriminatif

Siswi Tak Pakai Ciput Dibotaki, Komnas Perempuan: Coreng PendidikanIlustrasi pembelajaran daring (gln.kemendikbud.go.id)

Guna mencegah kasus seperti itu terulang, Komnas Perempuan memberi rekomendasi yakni pertama, memastikan adanya pertanggungjawaban pada individu pelaku maupun institusi pendidikan terkait. Kedua, menjadikan Permendikbudristek No. 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan, sebagai rujukan untuk mencegah kasus berulang. 

Guna pencegahan yang komprehensif, Komnas perempuan juga mendorong agar pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan dinas pendidikan setempat untuk segera mencabut kebijakan yang dianggap diskriminatif. Khususnya yang berkaitan dengan kewajiban pengenaan jilbab. 

“Langkah ini sangat penting untuk memastikan lembaga pendidikan menjadi ruang yang ramah dalam menghargai keberagaman dan bebas kekerasan, termasuk keberagaman dalam memaknai simbol-simbol kesalehan,” kata Imam.

3. Meminta pemerintah pulihkan trauma siswi

Siswi Tak Pakai Ciput Dibotaki, Komnas Perempuan: Coreng PendidikanOrang tua siswa saat mediasi dengan pihak sekolah. Dok Istimewa

Komnas Perempuan juga meminta dinas pendidikan dan Unit Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (UPTD PPPA), untuk memberikan pemulihan trauma pada para siswi yang menjadi korban penggundulan itu. Pemulihan juga diharap bisa menjangkau siswi yang mengalami perundungan lainnya.

Perlu ada kegiatan-kegiatan pembinaan untuk mencegah tindakan kekerasan dan diskriminatif atas nama agama, yang terjadi kembali di lingkungan pendidikan.

Perlu diketahui EN, guru SMP Negeri 1 Sukodadi yang menggunduli 19 siswi kelas IX, akhirnya di-non-job-kan. Dia kini tidak lagi mengajar dan ditarik menjadi staf di Dinas Pendidikan Kabupaten Lamongan.

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya